Komnas HAM RI Desak Pengerahan Pasukan dan Tindakan Represif Ke Warga Pulau Rempang Dihentikan
Komnas HAM RI mendesak agar pengerahan pasukan dan tindakan represif aparat ke masyarkat Pulau Rempang dihentikan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI mendesak agar pengerahan pasukan dan tindakan represif aparat ke masyarkat Pulau Rempang dihentikan.
Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro juga menyesalkan terjadinya bentrok antara aparat dengan warga setempat yang menimbulkan korban baik anak-anak maupun orang dewasa.
Hal tersebut disampaikan Atnike dalam salah satu pernyataan resmi Komnas HAM terkait tragedi di Pulau Rempang pada Jumat (8/9/2023).
"Mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat dan mengedepankan dialog," kata Atnike dalam siaran pers Komnas HAM RI pada Jumat (8/9/2023).
Selain itu, Komnas HAM juga meminta pembebasan agar warga yang ditahan dibebaskan.
Komnas HAM juga meminta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang memerlukan pemulihan khusus.
"Meminta agar pemerintah pusat maupun daerah serta aparat penegak hukum menerapkan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria, termasuk dalam proyeksi strategis nasional," kata dia.
Komnas HAM, lanjut dia, juga berkomitmen untuk terus melakukan upaya penyelesaian dugaan pelanggaran HAM dan memastikan implementasi rekomendasi Komnas HAM atas penyelesaian kasusnya serta pemulihan hak-hak korban.
Dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, kata dia, sangat penting guna memastikan keadilan dan pemenuhan hakhak korban.
"Komnas HAM akan terus menyampaikan informasi mengenai perkembangan ini kepada publik," kata Atnike.
Komnas HAM, kata Atnike, telah menerima surat pengaduan dari ketua Koordinator Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) pada 2 Juni 2023 perihal permohonan legalitas lahan masyarakat kampung-kampung di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru.
Ia mengatakan pihaknya sedang menangani kasus tersebut melalui mekanisme mediasi HAM.
"Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk permintaan klarifikasi dan mediasi, di antaranya Wali Kota Batam, Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Kapolda Kepulauan Riau, dan Kantor Kepala Pertanahan Kota Batam," kata dia.
Kasus tersebut, kata Atnike, bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) tersebut, kata dia, ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Baca juga: Aparat Kepolisian Masih Berjaga, Begini Kondisi Terkini di Jembatan IV Barelang Menuju Pulau Rempang
Kemudian, lanjut dia, akan dilakukan relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru yang diperkirakan antara 7 ribu sampai 10 ribu jiwa.
"Pada 7 September 2023, terjadi demontrasi masyarakat yang berujung bentrok antara aparat dengan warga Pulau Rempang. Peristiwa tersebut telah menimbulkan korban di masyarakat termasuk perempuan dan anak-anak," kata dia.