Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kondisi Gedung Bersejarah Bekas Markas Lekra Kini Telah Beralih Fungsi

Lekra diberhentikan pada 30 September 1965 karena dianggap memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Penulis: Fauzi Nur Alamsyah
Editor: Erik S
zoom-in Kondisi Gedung Bersejarah Bekas Markas Lekra Kini Telah Beralih Fungsi
Tribunnews/Fauzi Nur Alamsyah
Kondisi Gedung Bersejarah Bekas Markas Lekra di jalan Cidurian nomor 19, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat Kini Telah Beralih Fungsi, Senin (11/9/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi terkini gedung bekas Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sudah beralih fungsi.

Lekra diketahui adalah organisasi kebudayaan yang didirikan oleh DN Aidit, Nyoto, MS Ashar, dan AS Dharta pasa 17 Agustus 1950.

Baca juga: Eksil korban peristiwa 1965: Apa kaitan mereka dengan label PKI sehingga tidak diakui sebagai WNI?

Lekra diberhentikan pada 30 September 1965 karena dianggap memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun sebelumnya gedung tersebut merupakan rumah setengah kantor milik ketua Lekra Oey Hay Djoen yang berada di jalan Cidurian Nomor 19, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Tribunnews.com berusaha untuk menelusuri kondisi terkini bekas markas Lekra yang kini telah beralih fungsi dengan nama Gedung Tri Dharma Widya.

Terlihat dari kejauhan jika gedung tua itu kini sudah melakukan perubahan atau renovasi. Di sisi depan terlihat plang besar bertuliskan kantor Hukum kemudian di sisi samping kini sudah dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) dan diresmikan pada 1993.

Berita Rekomendasi

Kemudian penelusuran Tribunnews.com dilanjutkan dengan mendatangi Ketua Rukun Warga (RW) setempat bernama Benni Sahetapi (75) memperdalam soal latar belakang bekas markas Lekra.

Benni Sahetapi mengetahui sedikit banyak latar belakang dari bekas markas Lekra. Ia sudah tinggal di kawasan tersebut pada 1965.

Menurutnya gedung tersebut memang sempat ditempati Belanda kala itu sebelum kemudian organisasi Lekra menempatinya.

Baca juga: Riwayat DN Aidit, Dieksekusi Mati Pasca-Tragedi G30S 1965

"Saya tahunya gedung Lekra aja, tapi memang sebelumnya ditempati Belanda, karena saya pindah di sini tahun 1965 jadi udah habis atau sesudah G 30 SPKI," kata Benni Sahetapi kepada Tribunnews.com, Senin (11/9/2023).

"Jadi yang saya tahu memang orang di sini bilang gedung Lekra-Lekra," lanjutnya.

Benni kemudian memastikan tidak ada yang mengetahui pasti dari kegiatan yang dilakukan oleh Lekra kala itu sebelum akhirnya ditempati oleh delapan kepala keluarga dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

"Waktu itu memang hanya tahu gedung Lekra,"ungkapnya.

Sejak saat itu Benni Sahetapi menyebut gedung bekas markas Lekra hanya ditempati oleh delapan kepala keluarga ABRI.

"Belanda memang rumahnya gede-gede itu ada 8 keluarga tadinya bangunan lama, diisi oleh ABRI ada yang ABRI sipil," ungkapnya.

"Saya hanya tahu itu gedung Lekra saat saya datang udah diduduki oleh tentara sipil," sambungnya.

Tak berselang lama, gedung tua bekas markas Lekra dan diisi oleh delapan kepala keluarga tersebut kemudian diratakan dengan tanah.

Saat itu gedung tua tersebut dibeli oleh orang asing yang kemudian mulai beralih fungsi.

"Dan dibeli oleh orang Cina lah yang punya usaha. Memang tadinya rumah tua, lalu diratakan saya juga engga tahu kegiatan Lekranya itu apa," ungkapnya.

Dipastikan oleh Benni jika kesaksian dari para anggota Lekra kala itu tidak diketahui pasti. Begitupun dengan dirinya.

Baca juga: Profil DN Aidit, Pemimpin Terakhir Partai Komunis Indonesia (PKI)

"Memang semuanya engga ada yang tahu soal Lekra karena sudah lama, di sini paling lama saya doang dan saya tahu sedikit soal itu dan engga ada yang mau cerita soal itu," ungkap Benni.

"Memang dulu kegiatan menarinya kan dulu dibilang menari engga ada yang tahu," sambungnya

Hingga akhirnya kini gedung tua bekas markas Lekra itu kini terlihat kokoh dengan renovasi yang telah dilakukan.

Diketahui berdasarkan sumber dari Tribunnewswiki.com dengan judul berita Lembaga Kebudayaan Rakyat bahwa Lekra merupakan organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia.

Organisasi ini berdiri pada 17 Agustus 1950 atas inisiatif dari D.N. Aidit, Nyoto, M.S. Ashar, dan A.S. Dharta.

Selain tiga orang itu, ada 12 orang lainnya yang ikut serta dalam pendirian Lekra ini, mereka menyebut dirinya dengan peminat dan pekerja kebudayaan di Jakarta.

Berdirinya Lekra ini ditandai dengan diluncurkannya Mukadimah Lekra sebagai naskah proklamasi pendirian sebuah organisasi kebudayaan yang berdiri pada 1950.

Sebagai organisasi kebudayaan, Lekra berkembang pesat dan menjadi wadah pertemuan para intelektual dan seniman dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Beberapa anggota yang cukup menonjol seperti Pramoedya Ananta Toer, Trubus Soedarsono dan Affandi.

Keberadaan Lekra berhasil menghasilkan berbagai seniman dan juga penulis andal.

Beberapa seniman yang terkenal ialah Affandi dan Trubus Soedarsono.

Sedangkan penulis yang terkenal ialah Pramoedya Ananta Toer, Hersri Setiawan dan Rivai Apin.

Lekra akhirnya bubar setelah terjadinya peristiwa 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S/PKI.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas