Beri Kepastian Hukum Hak Atas Tanah, Menteri Hadi Serahkan Sertifikat Gereja Masehi Injili di Timor
Gereja Masehi Injili di Timor menjadi salah satu rumah ibadah yang mendapatkan kepastian hukum hak atas tanahnya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Gerakan Sertipikasi Rumah Ibadah dan Pesantren menjadi program yang mengakselerasi pendaftaran tanah di Indonesia. Manfaat dari gerakan tersebut mulai terlihat dengan tersertipikasinya tanah-tanah rumah ibadah.
Misalnya, seperti yang terjadi pada salah satu gereja tertua di Kelurahan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, yaitu Gereja Masehi Injili di Timor.
Gereja Masehi Injili di Timor menjadi salah satu rumah ibadah yang mendapatkan kepastian hukum hak atas tanahnya, pada Jumat (15/09/2023).
Rumah ibadah yang memiliki luas 3.792 meter persegi ini sertipikatnya diserahkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ditemui usai menerima sertipikat, Pdt. Sinta Waang menceritakan bahwa tanah tempat berdirinya gereja tersebut sudah lebih dari satu abad belum memiliki kepastian hukum.
"Lebih dari 100 tahun, usia (tanahnya) lebih tua dari Gereja Masehi Injili di Timor," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Sabtu (16/9/2023).
Pdt. Sinta Waang mengungkapkan alasan kenapa gereja tersebut lama tidak memiliki sertipikat. Sulitnya pembuatan sertipikat disebabkan adanya permasalahan waris dari pemilik tanah terdahulu.
Baca juga: Data BPN: Panji Gumilang Kuasai 107 Sertifikat Tanah Seluas 806 Ribu Meter Persegi
"Bisa lama karena memang proses juga agak sedikit rumit, karena tentang kepemilikan hak warisnya dan terlalu lama ditunda untuk pengurusan. Setelah orang tuanya meninggal, hak waris masih dalam pembicaraan cukup lama," kata Pdt. Sinta Waang.
Tak hanya hal tersebut yang menyebabkan lamanya gereja tidak bersertipikat.
Para pengurus gereja juga masih merasa alas hak atas tanah bukanlah hal yang penting. Hingga akhirnya, terdapat konflik pertanahan yang melibatkan gereja-gereja di sekitarnya.
"Mungkin juga dulu tidak terlalu merasa penting untuk pengurusan sertipikasi. Namun, ketika sudah banyak kasus gereja mulai melihat memang ini adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi," ujar Pdt. Sinta Waang.
Baca juga: Menteri ATR/BPN sebut Masyarakat yang Tinggal di Pulau Rempang Tidak Miliki Sertifikat
Gayung bersambut, di waktu para pengurus tergerak untuk mengurus alas hak dari tanah gereja, Kementerian ATR/BPN menyediakan program yang mempercepat proses sertipikasi rumah ibadah.
Pdt. Sinta Waang pun merasa, kini para jemaat yang beribadah bisa lebih tenang dengan adanya sertipikat.