IPW: Proyek Rempang Eco-City Tidak untuk Kemakmuran Rakyat meski Masuk Proyek Strategis Nasional
IPW menganggap proyek Rempang Eco-City tidak dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat meski dimasukan pemerintah dalam Proyek Strategis Nasional.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menilai proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau tidak serta merta dapat dimaknai untuk kesejahteraan rakyat meski masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
"IPW menilai pengembangan kawasan Rempang yang telah direncanakan sejak tahun 2004 melalui perjanjian kerjasama antara BP Batam dan Pemerintah Kota dengan PT Makmur Elok Graha dimana PT MEG telah menyiapkan pelaksanaan investasi melalui Rempang Eco-City Development Strategy dengan rencana investasi sebesar kurang lebih Rp 381 triliun dan ditindaklanjuti dengan menarik pemodal/investor dari Cina dengan Perjanjian Chengdu 28 Juli 2023, tidaklah serta-merta dapat dimaknai untuk mkemakmuran rakyat, meskipun dimasukkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN)," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (17/9/2023).
Sugeng menganggap proyek ini dilakukan hanya untuk kepentingan swasta dan dalam hal ini PT Makmur Elok Graha (PT MEG) milik Tommy Winata.
Padahal, di sisi lain, kata Sugeng, Polri pernah memeriksa terhadap Tommy Winata atas dugaan korupsi dalam proyek Rempang Eco-City ini pada 2007 lalu.
Baca juga: Soal Kasus di Rempang, BP Batam Temui Warga Terdampak Relokasi hingga Menteri Terjun ke Lapangan
Menurutnya, Polri perlu membuka kembali proses hukum tersebut kepada publik.
"Sehingga PSN seharusnya bermuara pada kesejahteraan rakyat, bukan pada kepentingan kelompok swasta tertentu seperti PT MEG yang terafiliasi dengan pengusaha keturunan Tionghoa, Tommy Winata."
"Apalagi pada prosesnya, pada 2007, Polri pernah memeriksa Tommy Winata sebagai pihak yang mewakili PT. MEG terkait proyek Rempang Eco City dalam dugaan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Penyelidikan kasus ini harus dibuka pada publik proses hukumnya," jelas Sugeng.
Ada Kasus Rempang, Negara Gagal Maknai Prinsip Bernegara
Secara lebih luas, Sugeng menilai bentrokan yang terjadi antara warga Rempang dengan aparat kepolisian adalah wujud kegagalan negara dalam memaknai prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang telah tertuang dalam UUD 1945.
"Tak terkecuali, prinsip hak menguasai negara atas bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945," kata Sugeng.
Sugeng mengatakan ada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat menjadi pedoman dalam prinsip hak penguasaan negara terhadap sumber daya dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat seperti Putusan MK Nomor 002/PUU-I/2003, Putusan MK Nomor 3/PUU- VIII/2010, dan Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012.
"Pada pokoknya menegaskan rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata Sugeng.
Baca juga: Komnas HAM Minta Polri Permudah Akses Perlindungan Hukum Warga Rempang yang Ditahan
Sehingga berkaca dari proyek Rempang Eco-City yang berujung bentrokan warga, Sugeng mengatakan bahwa hal tersebut adalah wujud kebijakan negara tidak memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat.
"Oleh karenanya kriteria konstitusional untuk mengukur makna konstitusional dari penguasaan negara adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," katanya.
"Hal itu, seharusnya juga dilaksanakan di Rempang dan Galang. rakyat penghuni 16 Kampung Tua yang didiami sejak 1834 oleh masyarakat suku Melay dan suku-suku lain yang saat ini diduga berjumlah 10.000 jiwa harus dimakmurkan dan disejahterakan oleh negara sesuai UUD 1945," sambung Sugeng.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.