Tingkatkan Peran BPKH, Mantan Ketua MK Nilai UU Pengelolaan Keuangan Haji Perlu Direvisi
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva menilai perlunya revisi undang-undang (UU) Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva menilai perlunya revisi undang-undang (UU) Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji.
Hal ini guna memberikan gambaran tugas dan fungsi Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang kerap kali disalahartikan oleh umat Islam di Indonesia.
Dia pun mencontohkan banyak masyarakat yang belum mengenal istilah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam biaya haji.
Sehingga masyarakat tidak mengetahui secara utuh tugas dan tanggung jawab BPKH dalam pengelolaan dana haji di Indonesia.
"Sangat penting karena ada banyak masalah mengenai tugas dan fungsi BPKH ini yang harus diperbaiki sehubungan dengan perubahan peraturan UU yang ada khususnya UU haji dan juga dalam rangka peningkatan fungsi dan peran BPKH dalam meningkatkan nilai manfaat dari pengelolaan dana haji," kata Hamdan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Hamdan dalam acara Seminar Nasional: Aspek Hukum Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Haji di Univesitas Syiah Kuala, Aceh.
Lebih lanjut, dia melihat ada dua paradigma yang harus diubah dalam UU Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji.
Pertama terkait UU ini seolah-olah mendesain BPKH sebagai lembaga independen yang hanya mengelola dana haji untuk meningkatkan nilai manfaat dari hasil kelolaan keuangan haji.
Sehingga seperti tidak ada hubungan nya dengan lembaga lain termasuk Kemenag, padahal kedua lembaga tersebut saling berkolaborasi dalam rangka mensukseskan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
"Ketika Kemenag membutuhkan dana haji maka seakan-akan BPKH sebagai kasir haji. Saya kira pandangan ini harus diubah, BPKH harus dilibatkan dalam seluruh proses ekosistem haji termasuk penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)," ujarnya.
Kedua, cara pandang membentuk UU terhadap BPKH dimana UU dibuat aturannya yang begitu sangat rigid.
Dia menilai hal ini sebagai bentuk ketakutan pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan tata kelola keuangan haji.
Baca juga: BPKH Pastikan Dana Haji Digunakan untuk Kepentingan Jemaah
"Saya kira kekhawatiran itu perlu, tapi membuat sangat rigid itu akan menyulitkan BPKH. Ada mekanisme lain yang tidak harus serigid itu dalam rangka menghindari salah kelola. Dua hal ini menjadi konsen dalam perbaikan per UU mengenai keuangan haji," pungkas Hamdan.