Intip Sumbangan Rp 1,5 Miliar Johnny G Plate untuk Gereja dan Yayasan Katolik, Diduga dari Korupsi
Johnny G Plate disebut-sebut menyalurkan sebagian uang BAKTI Kominfo ke gereja dan yayasan pendidikan katolik di kampung halamannya, NTT.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate disebut-sebut menyalurkan sebagian uang BAKTI Kominfo ke gereja dan yayasan pendidikan katolik di kampung halamannya, Nusa Tenggara Timur.
Uang itu diperoleh Johnny G Plate dari eks Direktur Utama (Dirut) BAKTI Komiinfo, Anang Achmad Latif.
Tentu saja, mereka tak langsung bertemu untuk serah-terima uang tersebut.
Johnny G Plate memerintahkan sekretaris pribadinya, Happy Endah Palupy yang kemudian menyuruh stafnya, Yunita untuk mengambil uang.
Sementara Anang Achmad Latif menyuruh seseorang misterius yang mengenakan masker dan topi saat menyerahkan uang kepada Yunita.
Baca juga: Fakta Sidang Korupsi BTS Kominfo: Akomodasi Adik Johnny G Plate Dibayari Negara Saat Pergi ke Eropa
Total yang diserahkan untuk sumbangan ke gereja dan yayasan pendidikan katolik itu mencapai Rp 1,5 miliar.
Perinciannya, Rp 1 miliar untuk sumbangan ke 2 gereja dan Rp 500 juta ke Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus.
Uang tersebut diterima Yunita di Jalan Sabang, Jakarta Pusat dalam kondisi sudah diwadahi kardus dan goodie bag.
Jika biasanya staf Happy Endah itu menerima uang dalam kardus sepatu, kali ini dia menerima uang dalam kardus yang lebih besar.
"Di dalam kardus. Lumayan (besar). Biasanya kan setengah kalau goodie bag-nya kecil. ini goodie bag-nya lumayan besar," ujar Yunita dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).
Baca juga: Sespri Johnny G Plate Hingga Office Boy Bersaksi dalam Sidang Lanjutan Korupsi BTS BAKTI Kominfo
Setelah diterima, Yunita langsung bergegas kembali ke kantor dan meletakkan kardus tersebut di atas meja kerja Happy Endah Palupy.
Menurut Happy Endah, pemberian Rp 1,5 miliar itu memang di luar kelaziman.
Sebab biasanya, pihaknya hanya diperintah menerima Rp 500 juta secara rutin setiap bulan.
Karena di luar kelaziman, maka Happy sempat mengintip gepokan rupiah tersebut.
"Saya intip, Yang Mulia, karena di luar kelaziman. Disobek, lihat dikit, terus ditutup lagi, Yang Mulia," kata Happy Endah.
Selanjutnya, Happy meminta bantuan temannya untuk mentransfer uang ke dua rekening, yakni Direktur CV Aribi, Muhammad Zainal Arifin.
Transfer uang itu disebut Happy merupakan arahan dari Johnny G Plate.
"Perintah dari Pak Johnny karena saya juga dikasih nomor rekening untuk transfer ke rekening Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus, Yang Mulia. Sama Dioses Kupang," ujar Happy.
Teman Happy yang merupakan pengusaha alat berat dan batubara kemudian mentransfer uang tersebut di Yogyakarta.
Alasannya, saat itu dia harus segera pergi ke daerah Jawa Tengah, tetangga Yogyakarta untuk mengambil alat beratnya.
"Jadi beberapa hari setelah itu baru saya transfer di Jogja, Yang Mulia. Kalau yang ke gereja itu 1 miliar. Ke yayasan pendidikannya 500 juta, Yang Mulia," ujar Zainal.
Untuk informasi, keterangan para saksi ini kemudian menjadi fakta persidangan perkara tiga terdakwa, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Dalam perkara ini mereka telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS bersama tiga terdakwa lainnya, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.