Pengusaha Asal Yogya Diduga Terima Rp9,5 M dari Proyek Kemenhub, Ini Kata KPK
Makelar proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), disebut menerima Rp9,5 miliar dalam dakwaan Putu Sumarjaya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Suryo, kembali disebut menerima uang dari proyek pekerjaan pembangunan jalur ganda kereta api antara Solo Balapan - Kadipiro - Kalioso KM. 96+400 sampai dengan KM. 104+900.
Pengusaha asal Yogyakarta itu disebut menerima Rp9,5 miliar dalam dakwaan mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng), Putu Sumarjaya.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu, memastikan bakal mengembangkan kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan jalur kereta api tersebut.
Termasuk, membuka peluang untuk menjerat pihak-pihak yang diduga turut menerima uang panas proyek di Kemenhub tersebut.
"Seperti yang sering saya sampaikan bahwa baik di dalam penyidikan maupun di dalam penuntutan di persidangan, ketika ditemukan para pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi itu nanti akan ada pengembangan, namanya laporan perkembangan penuntutan, kalau di penuntutannya," kata Asep saat dikonfirmasi, Rabu (20/9/2023).
"Kemudian juga nanti pada putusannya majelis hakim biasanya juga menyampaikan orang-orang yang diduga terlibat melakukan tindak pidana," imbuh Brigadir Jenderal Polisi ini.
Saat ini, proses persidangan kasus suap proyek pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub masih terus berjalan.
Terbaru, tim jaksa KPK mendakwa mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) Putu Sumarjaya dan pihak lainnya.
Putu didakwa menerima suap proyek jalur kereta api bersama sejumlah pihak. Salah satu pihak yang turut menerima suap tersebut yakni M. Suryo.
Suryo disebut menerima suap dengan sebutan sleeping fee sebesar Rp9,5 miliar.
KPK bakal mengusut penerimaan uang Suryo tersebut sejalan perkembangan fakta di persidangan.
"Nanti dari laporan perkembangan penuntutan tersebut, kita adakan lagi ekspose untuk dilakukan penanganan perkaranya jika memang benar bahwa orang-orang tersebut terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi," kata Asep.
"Jadi, ditunggu saja, silakan untuk sidangnya kan sidang terbuka, nanti diikuti saja seperti apa," tambahnya.
Baca juga: KPK Beberkan Aliran Sleeping Fee dari Proyek Jalur Kereta untuk Pengusaha Asal Yogya
Berdasarkan surat dakwaan Putu Sumarjaya, Suryo disebut turut menerima uang panas Rp9,5 miliar melalui pihak perantara bernama Anis Syarifah.
Dengan rincian, Suryo menerima transfer pada 26 September 2022 berupa setoran tunai dari Tato Suranto Rp3,5 miliar dan Rp2,2 miliar.
Kemudian, sebesar Rp1,7 miliar dari Freddy Nur Cahya dan sebesar Rp2,1 miliar dari Irhas Ivan Dhani.
Suryo bersama dengan pengusaha Wahyudi Kurniawan disebut sebagai makelar rekanan kontraktor perkeretaapian.
Keduanya diduga melakukan pendekatan untuk mendapatkan pekerjaan dari Direktur Prasarana Perkeretapian Ditjen Perkeretaapian, Harno Trimadi.
"Bahwa sekitar pertengahan tahun 2022, terdakwa Putu Sumarjaya dan Harno Trimadi bertemu dengan Muhammad Suryo dalam acara kunjungan monitoring paket pekerjaan JGSS-04," dikutip dari surat dakwaan Putu Sumarjaya yang telah dibacakan jaksa KPK pada Kamis (14/9/2023).
"Dalam pertemuan tersebut Muhammad Suryo menyampaikan keinginannya mengerjakan paket pekerjaan JGSS-06 yang belum dilelang dengan menggunakan perusahaan milik Sudaryanto yaitu PT Calista Perkasa Mulia atau PT Wira Jasa Persada," imbuhnya.
Selanjutnya, Putu Sumarjaya meminta kepada PPK BTP Kelas 1 Wilayah Jawa Tengah, Bernard Hasibuan agar pekerjaan JGSS-06 diserahkan kepada Wahyudi Kurniawan dan M Suryo.
Kemudian Bernard Hasibuan melaporkan arahan Putu Sumarjaya tersebut kepada Harno Trimadi. Harno Trimadi menyetujui arahan Putu tersebut.
Namun, Harno juga meminta kepada Bernard agar memfasilitasi keinginan Anggota Komisi V DPR RI, Sudewo, terkait proyek JGSS 06.
"Kemudian Bernard Hasibuan menyampaikan arahan Harno Trimadi tersebut kepada terdakwa Putu Sumarjaya yang kemudian dijawab 'Ya sudah di akomodir'," kata jaksa.
Namun, pada perjalanan PT Wira Jasa Persada yang dimakelarin Suryo tidak menang dalam lelang proyek paket pekerjaan JGSS-06. Proyek tersebut dimenangkan oleh PT Istana Putra Agung.
Karena PT Wira Jasa Persada kalah dalam lelang tersebut, Bernard Hasibuan atas sepengetahuan Putu Sumarjaya meminta Direktur PT Istana Putra Agung untuk "menggendong" Suryo dan Wahyudi Kurniawan.
"Bernard Hasibuan juga menyampaikan kepada Dion Renato Sugiarto agar emberikan commitment fee sebesar 20 persen dari nilai paket pekerjaan atau sekitar Rp28 miliar sambil menunjukkan secarik kertas tulisan tangan yang berisi alokasi commitment fee," ujar jaksa.
Jaksa mengungkapkan, permintaan commitment fee yang disampaikan Bernard Hasibuan kepada Dion Renato Sugiarto tersebut akan diberikan kepada beberapa pihak yang terkait dalam proses pengadaan dan pelaksanaan paket pekerjaan JGSS-06.
Adapun pihak-pihak yang menerima commitment fee dari Dion Renato Sugiarto tersebut yakni, Pokja sebesar 0,5%; Anggota Komisi V DPR, Sudewo; BPK sebesar 1%; serta Itjen sebesar 0,5% dengan total sebesar 2,5% dari nilai proyek Rp143,5 miliar atau sekitar Rp3.578.500.000.
Sedangkan fee sebesar 17,5% dari Rp139,9 miliar atau sekitar Rp24 miliar yang akan diterima Bernard Hasibuan digunakan sesuai kesepakatan untuk sleeping fee kepada Suryo sebesar Rp11 miliar.
Kemudian, hutang Balai sebesar Rp1,3 miliar; Putu Sumarjaya sebesar Rp1,5 miliar; operasional balai melalui Putu Sumarjaya dan Bernard Hasibuan Rp2,8 miliar; Wahyudi Kurniawan Rp1 miliar.
Baca juga: KPK Dalami Fakta Sidang soal Titipan Kontraktor di Proyek DJKA, Ini Kata Jubir Kemenhub
"Atas arahan Bernard Hasibuan, Dion Renato Sugiarto merealisasikan commitment fee yang seluruhnya berjumlah Rp18.396.056.750," ujar jaksa.