KPA Jelaskan Lima Permasalahan Agraria di Indonesia
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan ada lima masalah atau krisis agraria di Indonesia.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan ada lima masalah atau krisis agraria di Indonesia.
Pertama, kata dia, ketimpangan struktur agraria yang tajam. Menurut Dewi, seharusnya reforma agraria menghadirkan pemenuhan dan hak rakyat atas tanah.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk "Konflik Agraria di Tengah Geliat Pembangunan Strategis Nasional", yang digelar PMKRI, Sabtu (23/9/2023).
"Harusnya ketika kita mengukur capaian pemerintah, ketimpangannya ditunjukkan dong, terkoreksi atau tidak, menjadi lebih adil atau tetap saja sama karena yang diaddres bukan soal ketimpangannya," kata Dewi.
Kedua, sebut Dewi, akumulasi konfluk agraria struktural. Ketiga konveris tanah pertanian ke non-pertanian yang cepat.
"Apakah kemiskinan-kemisikinan di pedesaan itu sudah diperbaiki juga? Sehingga timbul memjadi suatu kesejahteraan? Ini juga harus dicek jadi tidak hanya jumlah bidang, jumlah sertifikat," ujarnya.
Keempat, lanjut Dewi yakni kemiskinan struktural akibat struktur agraria yang menindas dan kapitalistik.
Pada poin ini, Dewi menekankan surplus demografi tenaga kerja di pedesaaan apakah mampu terserap oleh sektor pertanian yang berbasiskan kerakyatan.
Atau justru malah dipaksa untuk bekerja di sektor industri, menjadi buruh atau tenaga kerja dengan upah murah.
"Artinya surplus demografi di pedesaan itu apakah terserap oleh reforma agraria, artinya berkurang juga dong TKI yang terpaksa harus keluar negeri karena sektor pertaniannya tidak dikuatkan, tidak lagi menjanjikan hak atas tanahnya juga terampas," ucapnya.
Terkahir, mengenai kerusakan ekologis atau alam yang meluas.
"Termasuk ukurannya juga apakah reforma agraria juga modelnya tata caranya memperhatikan keberlanjutan alam. Jangan-jangan karena reforma agrarianya bukan reforma agraria dalam konteks memeperbaiki ketimpangan dan konflik, model-modelnya itu ya artinya kembali lagi ke kelompok kelompok yang sebenarnya tidak berhak atas reforma agraria yang sifatnya destruktif," tandasnya.