Akademisi: PSN & Reformasi Agraria Harus Jadikan Rakyat Sebagai Dasar Pembangunan dan Regulasi
Menurutnya, kalau keadilan sosial hanya berhadap-hadapan antara pemilik modal dengan masyarakat, maka jelas masyarakat akan tumbang
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Universitas Brawijaya Aji Dedi Mulawarman menyebutkan bahwa pemerintah dalam menerapkan Program Strategis Nasional (PSN) dan reformasi agraria masih menggunakan logika pertumbuhan ekonomi, logika investasi dan logika utang.
Pernyataan ini disampaikan Aji Dedi Mulawarman saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik yang dilaksanakan PP PMKRI, bertajuk "Konflik Agraria Di Tengah Geliat Pembangunan Strategis Nasional" Sabtu (23/9/2023) kemarin.
"Harusnya PSN dan reformasi agraria itu bukan menyelesaikan masalah konflik. Tapi logika konflik bermental Westphalian system yang harus dihilangkan. Bahwa masyarakat adalah rakyat dan kebudayaan yang sudah hadir di seluruh Nusantara ini adalah proyeksi yang harusnya dijadikan dasar pembangunan, dasar regulasi dan lain lain. Dan dari situlah keadilan sosial hadir," kata Pendiri Rumah Peneleh ini.
Menurutnya, kalau keadilan sosial hanya berhadap-hadapan antara pemilik modal dengan masyarakat, maka jelas masyarakat akan tumbang.
Baca juga: Ketua MPR RI Dorong Percepatan Reformasi Agraria
"Pemerintah, aparat dan lainnya harus melihat dari kacamata kebudayaan, dari kacamata rakyat, karena basis negara negara ini dibentuk adalah basis rakyat itu sendiri. Tanpa adanya rakyat, negara tidak bisa hadir," tegasnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil mengatakan bahwa penguasaan tanah di Indonesia masih sangat timpal. Menurutnya, pelopor ketimpangan tersebut adalah kehutanan.
"Itu menjadi problem sentral pertanahan di Indonesia," katanya.
Di samping itu, terkait reforma agraria vs perhutanan sosial.
Dia mengatakan hal ini masih menjadi persoalan karena sekitar 69 persen tanah adalah hutan sementara sisanya menjadi rebutan masyarakat baik itu untuk dibangun rumah, kantor, kafe, jalan, bandara dan lain sebagainya.
"Kita berebutan di sepertiga tanah yang tersisa tadi," katanya.
Di sisi yang lain, menurutnya, adanya UU ciptaker untuk menghadirkan investasi, dengan maksud mengatasi persoalan pengangguran. Namun menurutnya kehadiran Investasi itu tidak boleh merusak hak-hak masyarakat yang sudah hidup di tanah yang hendak dijadikan proyek nasional itu.
"Tapi kemudian hak-hak lokal masyarakat harus diperhatikan," ujarnya.
Hadir sebagai pembicara dalam acara ini antara lain, Saurlin P. Siagin, Komisioner Komnas HAM RI, Dewi Kartika, Sekjen KPA, Kombes Pol Sumario, Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri, Abetnego Tarigan, Deputi II Kepala Staff Kepresidenan, dan Balduinus Ventura, Ketua Lembaga Hukum dan HAM PP PMKRI.