KSP Puji Kemlu Respons Cepat UU Baru Malaysia Loloskan WNI dari Hukuman Mati
Kemlu RI langsung mengupayakan para WNI terbebas dari hukuman mati pasca-disahkannya penghapusan Hukuman Mati Mandatori Malaysia
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI langsung mengupayakan para WNI terbebas dari hukuman mati pasca-disahkannya penghapusan Hukuman Mati Mandatori Malaysia pada Maret lalu.
Seperti diketahui, ada 157 WNI di Malaysia tengah menghadapi hukuman mati, baik dalam proses maupun sudah inkrah.
Mayoritas terkait jaringan narkoba.
Sejak disahkannya penghapusan Hukuman Mati Mandatori Malaysia, KBRI di Kuala Lumpur telah mengupayakan 42 kasus hukuman mati yang dihadapi WNI.
Kantor Staf Presiden mengapresiasi langkah cepat Kemlu tersebut.
Baca juga: Suami Ada Utang Bisnis, Wanita Medan Diculik dan Disiksa selama 10 Hari saat Berlibur di Malaysia
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menilai respons cepat Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia, Kemlu RI merupakan bentuk pelaksanaan mandat konsitusi Presiden dalam melindungi rakyat.
“Presiden selalu menegaskan negara harus hadir untuk melindungi rakyat Indonesia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” kata Ruhaini, di Jakarta, dikutip Minggu (24/9/2023).
Ruhaini menyampaikan penghapusan Hukuman Mati Mandatori bersifat retroaktif.
Baca juga: Awal Mula Persebaran Virus Nipah di Dunia, Pertama Kali Terjadi di Peternakan Babi di Malaysia
Maka bagi mereka yang terlibat kasus narkoba karena ketidaktahuan, paksaan, atau menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dapat diupayakan pengubahan hukuman. Namun hal itu juga tergantung pada peran dan posisi terdakwa.
“Jika mereka bukan bagian dari jaringan yang memproduksi dan semata-mata sebagai kurir, maka hukuman mati dapat dipertimbangkan untuk diubah,” jelas Ruhaini.
Ia menambahkan, upaya untuk membebaskan hukuman mati melalui penghapusan Hukuman Mati Mandatori, bukan berarti pemerintah Indonesia mengambil alih kasus.
Namun, pemerintah Indonesia diberikan kewenangan untuk memberikan pendampingan, dan memastikan proses peradilan berjalan fair dan proporsional, termasuk pertimbangan tentang kerentanan para pekerja.
“Kerja yang baik ini langkah konkrit dari komitmen dari Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Datuk Anwar Ibrahim dalam meningkatkan kerjasama perlindungan pekerja Indonesia di Malaysia,” ujar Ruhaini.
Lebih lanjut, Ruhaini menekankan pentingnya pencegahan sejak dini untuk menghindari TPPO.
Menurutnya semua pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir, baik keluarga, desa, kecamatan, maupun kabupaten mensosialisasikan literasi bekerja di luar negeri yang aman dan produktif.
“Pencegahan dari hulu ke hilir akan betul-betul menghadirkan negara dalam perlindungan WNI diluar negeri sebagai mandat konstitusi yang komprehensif dan inklusif,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kantor Staf Presiden juga terlibat dalam Diskusi Terfokus antara Pihak Indonesia dengan Malaysia terkait penghapusan Hukuman Mati Mandatori Malaysia, di Yogyakarta, Kamis (21/9).
Dari Indonesia, diantaranya diwakili oleh Duta Besa RI untuk Malaysia, Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Menko Polhukam, serta perwakilan dari BNN, akademisi perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipi. Sementara dari Malaysia, yakni perwakilan dari Kantor Wakil Perdana Menteri Malaysia bidang hukum, dan kuasa hukum WNI di Malaysia.