Jaksa Nilai Tim Kuasa Hukum Lukas Enembe Seolah Ingin Adu Domba KPK dengan BPK
Jaksa menilai tim penasehat hukum Lukas Enembe terkesan ingin mengadu domba KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Malvyandie Haryadi

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa tim penasehat hukum Lukas Enembe terkesan ingin mengadu domba KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terakait kasus gratifikasi dan suap.
Sebab dijelaskan Jaksa KPK Yoga Pratomo, tim penasihat hukum Lukas telah mengatakan bahwa pihaknya malah menggunakan temuan Badan Pengawasan Keuangan Negara dan mengesampingkan temuan BPK.
Adapun hal itu diungkapkan Yoga pada saat menyampaikan tanggapan atau replik atas nota pembelaan kubu Lukas terkait kasus penerimaan gratifikasi dan suap di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
"Pernyataan penasehat hukum terdakwa ini terkesan mengadu domba antara KPK dan BPK karena mengesankan seolah-olah KPK anti penghitungan oleh BPK," ujar Jaksa KPK, Yoga Pratomo di ruang sidang.
Padahal menurut jaksa, selama ini antara KPK dan BPK sudah sering bersama-sama mengungkap perkara tindak pidana korupsi.
Oleh sebabnya Yoga pun menilai bahwa pihaknya sudah kebal dengan pola-pola yang dianggap pihaknya sebagai bentuk adu domba.
"Karena kami yakin hal ini dilakukan untuk menutupi kegagalan penasehat hukum terdakwa yang tidak mampu mengcounter dalil pembuktian dan surat tuntutan kami," jelasnya.
Lukas Enembe Dituntut 10,5 tahun Penjara
Terdakwa mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dituntut 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan," kata jaksa di persidangan.
Kemudian jaksa menyebutkan menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 47,8 miliar.
"Selambat-lambatnya satu bulan setelah pengadilan mendapatkan kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang makan harta bendanya akan disita oleh jaksa dan disiksa," kata jaksa.
Terkait perkara ini sendiri, Lukas Enembe sebelumnya telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.
Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.
Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Caption: Sidang kasus penerimaan gratifikasi dan suap terdakwa Lukas Enembe di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023). (Fahmi Ramadhan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.