Ditjen Bea Cukai Dinilai Kurang Optimal Usut Tindak Pidana Dugaan TPPU Rp 189 Triliun Impor Emas
Hal itu ditunjukkan dengan belum ditemukannya pelanggaran terkait tindak pidana kepabeanan hingga saat ini.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yunus Husein menilai tim Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Ditjen Bea Cukai) kurang optimal dalam mengusut tindak pidana asal dalam kasus dugaan TPPU senilai Rp189 triliun terkait impor emas.
Tindak pidana asal yang dimaksud Yunus yakni tindak pidana kepabeanan.
Menurut mantan Kepala PPATK tersebut, hal itu ditunjukkan dengan belum ditemukannya pelanggaran terkait tindak pidana kepabeanan hingga saat ini.
"Ya memang kurang optimal (tim Ditjen) Bea Cukai, kita harapkan besok lebih baik lagi," kata dia usai rapat tentang kasus dugaan TPPU senilai Rp189 triliun terkait impor emas yang digelar di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat pada Rabu (27/9/2023).
Baca juga: Satgas TPPU Hadirkan Bareskrim dalam Rapat Terkait Kasus Dugaan TPPU Rp189 T Terkait Impor Emas
Sekadar informasi, Satgas TPPU resmi dibentuk sejak 3 Mei 2023.
56 Pihak Diperiksa, Ada Indikasi Barang Ilegal
Deputi III Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo pernah mengatakan tim Ditjen Bea Cukai telah mengunjungi tiga tempat dan memeriksa 56 pihak terkait dugaan TPPU menyangkut importasi emas dengan transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun.
Dari kegiatan tersebut, kata dia, ditemukan perbedaan data antara jumlah barang yang keluar dan yang masuk.
Jumlah barang yang masuk, kata dia, ternyata lebih sedikit dari barang yang keluar.
Hal tersebut disampaikan Sugeng usai acara di Sultan Hotel Jakarta pada Senin (21/8/2023).
"Jadi khusus untuk 189 (Rp189 triliun) ini sudah banyak yang dilakukan. Misalnya untuk Direktorat Jenderal Bea Cukai itu sudah mengunjungi tiga tempat, memeriksa 56 pihak. Kemudian dari situ memang ada data tentang ketidakseimbangan antara barang yang masuk dan barang yang keluar," kata dia.
"Barang yang masuk ternyata lebih sedikit dari barang yang keluar. Artinya kan kalau barang yang masuk sedikit, keluar banyak, berarti ada barang lain yang ikut. Ini yang sedang diteliti," sambung Sugeng.
Dia mengatakan di samping itu, tim juga mengembangkan penyelidikan bukan hanya dari sisi kepabeanan melainkan juga dengan perpajakan.