Diduga Rugikan Negara Rp 3,7 T, MAKI Laporkan Perusahaan Nikel di Konawe Utara ke KLHK dan Kejagung
MAKI melaporkan sebuah perusahaan tambang di Konawe Utara lantaran diduga merugikan negara Rp 3,7 triliun.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan sebuah perusahaan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara yaitu PT PKSK lantaran diduga telah melakukan tindak pidana kehutanan.
Dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, MAKI menduga akibat tindak pidana kehutanan tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp 3,7 triliun.
Kini, perusahaan tersebut pun telah dilaporkan MAKI ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"MAKI melaporkan PT. PKSK, perusahaan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara atas dugaan tindak pidana kehutanan yang memakai IUP OP yang diduga palsu (diduga milik pihak lain yang tidak bisa dialihkan) dalam dugaan penambangan nikel ilegal sejak tahun 2020 sebanyak 5,5 juta metric ton."
"Selain dugaan pelanggaran UU Kehutanan, perusahaan tersebut diduga melakukan penjualan Dokumen RKAB (dokumen terbang) dan/atau TPPU, yang diduga merugikan sedikitnya Rp 3,7 triliun," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Rabu (27/9/2023).
Boyamin menduga modus terlapor yaitu memiliki 10 izin perusahaan tambang nikel tanpa melalui lelang, melainkan lewat putusan PTUN dan sebagainya.
Baca juga: SIG Terapkan Sistem Pemantauan Tambang Berbasis Digital untuk Keberlanjutan Bisnis
Izin ini, sambungnya, teregistrasi ke Ditjen ESDM sehingga memperoleh dokumen Rencana Kerja dan Anggara Biaya (RKAB).
"Ironisnya seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 'tikus' ini termasuk yang diduga palsu tersebut, teregistrasi di Modi Ditjen ESDM dan mendapatkan RKAB," kata Boyamin.
Selain itu, Boyamin mengungkapkan sejak tahun 2020 hingga saat ini, perusahaan ini diduga melakukan penambangan nikel di Kawasan Hutan Produksi tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
"Hal ini terkonfirmasi berdasarkan surat yang ditandatangani Ir. Roosi Tjandrakirana MSE, Direktur Planologi Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 29 Agustus 2023, yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. PKSK yang pada pokoknya menolak Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan," kata Boyamin.
Tak hanya itu, Boyamin menduga PT PKSK juga menjual dokumen RKAB tahun 2022 sebanyak 385.692.183 metric ton untuk kepentingan pemasaran nikel PT DD Group senilai Rp 270 milyar.
"Dugaan perbuatan ini melanggar Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 07 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 66 huruf b (yang berbunyi) pemegang IUP dilarang menjual hasil penambangan yang bukan dari hasil penambangan sendiri," kata Boyamin.
Baca juga: Usut Pemalsuan Dokumen Tambang Eks Legislator, Kejaksaan Periksa Advokat
PT PKSK juga diduga melakukan penambangan nikel ilegal dengan merambah kawasan hutan yang diduga merugikan negara Rp 3,7 triliun.
"Kondisi ini telah diperparah dengan dugaan sikap Ditjen Minerba yang malahan mendorong terjadinya kerugian negara, dengan memberikan persetujuan RKAB yang diduga melanggar ketentuan yang berlaku," kata Boyamin.
Berdasarkan temuan ini, perbuatan terlapor diduga telah melanggar Pasal 78 ayat (2) juncto Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraf 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (2) dan ayat (11) juncto Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Paragraf 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (3) dan ayat (11) juncto Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang juncto UU Korupsi juncto UU TPPU.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)