Pelajari Fakta Persidangan, Kejaksaan Bakal Cari Perantara Saweran Proyek BTS Kominfo
Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung memastikan bahwa timnya bakal mempelajari terkait adanya dugaan aliran dana ke sejumlah pihak.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo mengungkap adanya dugaan aliran dana ke sejumlah pihak.
Atas fakta persidangan itu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung memastikan bahwa timnya bakal mempelajari lebih lanjut.
"Fakta persidangan itu masih dipelajari," kata Dirdik Jampidsus, Kuntadi saat dihubungi, Rabu (27/9/2023).
Di antara pihak-pihak penerima uang, sebagian sudah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.
Namun sebagian lainnya, mangkir hingga beberapa kali pemanggilan, termasuk sosok perantara saweran duit proyek BTS ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Baca juga: Rekaman Suap Korupsi BTS Kominfo Lenyap, Komisi I DPR Terima Rp 70 Miliar, BPK Rp 40 Miliar
Di persidangan terungkap dengan jelas uang korupsi BTS Kominfo ke Komisi I DPR diterima oleh perantara bernama Nistra Yohan.
Sedangkan ke BPK, uang korupsi BTS diduga diterima oleh perantara bernama Sadikin.
"Nistra Yohan belum diperiksa, Sadikin belum diperiksa," kata Kasubdit TPK dan TPPU pada Ditdik Jampidsus, Haryoko Ari Prabowo.
Ke depannya, tim penyidik bakal mencari serta memanggil paksa Nistra Yohan dan Sadikin untuk kepentingan pengusutan perkara.
Namun pemanggilan paksa baru akan dilakukan setelah ada penetapan dari Majelis Hakim di persidangan.
"Kalau memang hakim minta dan mengeluarkan penetapan untuk kita hadirkan, ya kita coba cari orangnya," ujarnya.
Baca juga: Johnny G Plate Sebut Kirim Surat Rahasia ke Presiden Jokowi Terkait Proyek BTS 4G BAKTI Kominfo
Sejauh ini, tim penyidik masih terus mengumpulkan alat bukti yang lebih kuat selain keterangan saksi.
Jika ditemukan bukti yang kuat, maka tim penyidik akan mengejar para perantara saweran tersebut tanpa menunggu penetapan hakim.
"Kalau ada alat buktinya, kita kejar. Alat buktinya kan masih kita cari. Urusan ketemu atau engga, nantilah," katanya.
Dalam persidangan lalu, terungkap bahwa nominal yang diserahkan melalui Nistra dan Sadikin, masing-masing sebanyak puluhan miliar.
Sosok yang mengungkap saweran ini ialah terdakwa Irwan Hermawan yang merupakan teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan dalam persidangan Selasa (26/9/2023).
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Baca juga: Ketua MKD Mengaku Belum Terima Laporan Dugaan Aliran Dana Rp 70 M ke Komisi I DPR dari Proyek BTS
Sementara untuk oknum BPK, diduga ada Rp 40 miliar mengalir ke sana.
Sama seperti ke Komisi I DPR, uang ke BPK juga diantar oleh Windi Purnama.
Windi saat itu bertemu langsung dengan perantara pihak BPK, Sadikin atas arahan Anang Achmad Latif.
"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi Purnama.
Total uang yang diserahkan Windi untuk oknum BPK mencapai Rp 40 miliar.
Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai.
"40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," kata Windi.