RPP Turunan UU Kesehatan Gerogoti Ekosistem Pertembakauan, Konsumen Tolak Regulasi
Pameran Foto Luntang Lantung Linting dan Diskusi Konsumen Pertembakauan yang diinisiasi oleh Vorspace Jakarta Timur digelar pada Kamis (28/9/2023).
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) atas Pelaksana Undang-Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023 ramai ditolak konsumen produk tembakau.
Menurut Ketua Umum Pakta Konsumen, Ary Fatanen, regulasi yang disusun pemerintah dinilai menggerogoti ekosistem pertembakauan mulai dari hulu hingga hilir.
Hal tersebut, disampaikan dalam sebuah event pameran foto dan diskusi bertajuk Luntang Lantung Linting yang diinisiasi oleh Vorspace Jakarta Timur, Kamis (28/9/2023).
"Ekosistem pertembakauan itu kan panjang, dari hulu hingga hilir, mulai dari petani sampai konsumen saling berkaitan."
"RPP ini bukan lagi mengatur melainkan ancaman yang bermaksud membunuh ekosistem pertembakauan," ucapnya dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Kamis.
Ary pun mengomparasi RPP yang telah disusun Kemenkes saat ini dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan jauh berbeda dan membawa dampak negatif bagi banyak aspek kehidupan masyarakat.
Mulai dari aspek sosial, budaya hingga ekonomi.
Baca juga: Tak Sesuai Realita, Pelaku UMKM Desak Kemenkes Keluarkan Aturan Tembakau dari RPP UU Kesehatan
"RPP ini bergeser jauh dari PP 109/2012. RPP ini tidak memberikan ruang sama sekali pada tembakau sebagai komoditas, tembakau sebagai produk bahkan aktivitas pertembakauan itu sendiri."
"Konsumen pada akhirnya menjadi korban regulasi yang tidak adil dan berimbang,"ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Komunitas Pecinta Tabaccum Nusantara Indonesia (KPTNI), Palpenk.
Ia menuntut pemerintah sebagai pembuat regulasi untuk melibatkan dan mengakomodir hak-hak konsumen.
"Jangan asal bikin aturan yang gak nyambung. RPP ini mau mematikan ekosistem pertembakauan. Petaninya, pelaku UMKM nya sampai konsumennya."
"Konsumen selalu taat aturan, taat bayar pajak tapi kenapa hak-hak konsumen tidak diberikan," ucapnya.
Selanjutnya, Palpenk juga menyebut, pembuat regulasi melupakan realita bahwa tembakau adalah bagian dari budaya yang tidak bisa dimatikan begitu saja.
Menurutnya, tembakau adalah jati diri bangsa yang memang sudah melekat pada kehidupan sosial masyarakat.
Terkait hal itu, KPTNI menyayangkan langkah pemerintah yang meregulasi tembakau disatukan dengan tenaga medis dan layanan kesehatan.
Padahal, kata Palpenk, tembakau jelas-jelas adalah komoditas perkebunan strategis yang menjadi sumber penghidupan sekitar 2 juta petani tembakau.
Baca juga: Serikat Pekerja Rokok Khawatir RPP UU Kesehatan Ancam Keberlangsungan Industri Hasil Tembakau
Sementara itu, Andesh Tomo, seorang arsitek sekaligus fotografer yang menginisiasi Pameran Foto Luntang Lantung Linting menyebut, ruang diskusi terkait regulasi ini adalah bentuk kepedulian untuk membangun awareness bahwa ekosistem pertembakauan melibatkan banyak orang.
"Mari kita melihat situasi yang lebih objektif. Tembakau dan poduk tembakau bukan sesuatu yang ilegal. Menjadi konsumen tembakai bukanlah kejahatan. Sudah sejak lama konsumen selalu dipersepsi negatif."
"Padahal sejak awal sudah ditegaskan bahwa produk tembakau adalah produk yang memang ditujukan untuk orang dewasa, untuk 18+."
"Konsumen menyadari ada kewajiban yang harus ditaati tapi juga hak-haknya perlu dilindungi," ucapnya.
(Tribunnews.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.