Soal Aliran Uang Korupsi BTS 4G, MKD DPR Diminta Koordinasi dengan Kejaksaan, Bukan Tunggu Laporan
Bahkan menurut Boyamin, sikap MKD DPR yang hanya menunggu laporan justru dianggap menghina rakyat.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fakta persidangan kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo yang mengungkapkan adanya aliran uang ke Komisi I DPR, dinilai mesti jadi perhatian oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Alih-alih menunggu laporan dari masyarakat, MKD dianggap dapat menjemput bola.
"Mereka punya kewenangan sendiri untuk jemput bola, berdasarkan temuan," kata Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Bahkan menurut Boyamin, sikap MKD DPR yang hanya menunggu laporan justru dianggap menghina rakyat.
"Kok cuma mengandalkan laporan masyarakat gitu. Saya justru merasa semakin terhina kalau rakyat disuruh lapor," ujarnya.
Jemput bola oleh MKD ini dapat dilakukan dengan meminta keterangan dari para anggota Komisi I DPR maupun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Terlebih fakta ini terungkap dalam persidangan yang terbuka bagi publik, sehingga ke depannya berpengauh bagi nama baik DPR di mata masyarakat.
"Kalau memang mereka mau menjaga marwah dan nama baik DPR ya harusnya aktif berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung," katanya.
Baca juga: Rekaman Suap Korupsi BTS Kominfo Lenyap, Komisi I DPR Terima Rp 70 Miliar, BPK Rp 40 Miliar
Terkait MKD DPR yang menunggu pelaporan masyarakat ini, sebelumnya disampaikan oleh sang ketua, Adang Darajatun.
Adang mengatakan, sejauh ini MKD sudah membuka loket laporan untuk publik jika memang mendapati anggota DPR bermasalah.
"MKD itu punya yang namanya loket pengaduan. Jadi tidak selalu dari media saja. Kita juga nanti akan mengecek apakah laporan tersebut ada masuk ke MKD," kata Adang saat ditemui awak media di sela acara MKD Awards di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023).
Meski begitu kata Adang, pelaporan itu harus bisa dilakukan jika masyarakat memiliki alat bukti terhadap anggota DPR yang bermasalah.
Dirinya juga menegaskan, akan menanggapi setiap pelaporan yang masuk, terlebih soal pelanggaran hukum dan etik.
"Walaupun kita juga memonitor dari media, tapi kalau ada masyarakat yang merasa dia memiliki alat bukti cukup dan sebagainya, masukkan saja ke loket MKD. Pasti ditanggapi," ujarnya.
Adapun fakta mengenai aliran dana ke Komisi I DPR disampaikan oleh terdakwa Irwan Hermawan yang merupakan teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif pada persidangan Selasa (26/9/2023).
Uang tersebut diserahkan kepada seorang perantara bernama Nistra Yohan.
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan dalam persidangan.
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.