5 Hakim MK akan Dilaporkan Partai Buruh ke MKMK Buntut Nyatakan UU Cipta Kerja Konstitusional
Partai Buru akan melaporkan 5 hakim Mahkamah Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi karena nyatakan UU Cipta Kerja konstitusional.
Penulis: Rifqah
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Lima hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaporkan ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) oleh Partai Buruh.
Sebagaimana diketahui, dalam lima gugatan Undnag-undang (UU) Cipta Kerja, sidang putusan MK menyatakan seluruhnya ditolak oleh MK dan UU Cipta Kerja dinyatakan konstitusional, Senin (2/10/2023).
Lima hakim tersebut adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Daniel Yusmic, Manahan Sitompul, dan Guntur Hamzah.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, dua hari usai sidang putusan MK, pihaknya akan melaporkan lima hakim itu.
"Dua hari setelah ini, Partai Buruh resmi setelah ini melaporkan lima hakim MK (ke MKMK)," ujar Said, seusai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin.
Mereka dilaporkan karena menyatakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU, konstitusional.
Baca juga: Tolak Gugatan, MK Sebut Terbitnya Perppu Cipta Kerja Penuhi Syarat Kegentingan Memaksa
Said pun menilai, keputusan MK tersebut juga terdapat kepentingan politik di baliknya.
Hal itu ditandai dengan awal mula hakim konstitusi Aswanto dicopot dari jabatannya dan kini digantikan oleh Guntur Hamzah.
Berbeda lagi jika saat ini Aswanto masih menjadi hakim, Said meyakini bahwa putusannya akan menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional.
Perlu diketahui, pada sidang putusan MK itu, ada lima hakim juga yang berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Mereka adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto yang menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil.
Alasan MK Tolak UU Cipta Kerja
Dijelaskan alasan MK menolak keseluruhan UU Cipta Kerja, yakni dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
Dalam pokok permohonan, pemohon mendalilkan proses penyusunan UU 6/2023 tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan perundang-undangan.
Selain itu, dalam putusannya, pemohon juga mendalilkan DPR dan Presiden mendalilkan pembangkangan terhadap putusan MK Nomor 91/PUU/-XVIII/2020.
Bahkan, pemohon juga mendalilkan tidak terpenuhinya kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu 2/2022 yang disetujui oleh DPR RI, sebagaimana amanat Pasal 22 ayat (1) UUD 1945.
Maka dari itu, MK telah menyatakan pendiriannya dan telah menjatuhkan putusan MK Nomor 54/PUU-XXI/2023 sebagaimana telah diuapkan sebelumnya.
Untuk diketahui, pemohon yang mengajukan pengujian adalah Federasi SP KEP SPSI, Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP), Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ’98 (PPMI ’98), Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PERSERO) (SP PLN)
Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi, dan Umum (FSP KEP), Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB), Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi (FSP PAR), Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Serikat Pekerja Aqua Group (SPAG), Laksono Widodo, dan Kurniadi.
Ancam Mogok Kerja
Sebelumnya diberitakan, berbagai elemen buruh melakukan aksi di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Said Iqbal menyatakan, apabila keputusan MK tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tidak menutup kemungkinan akan mohok kerja secara nasional.
"Bilamana hakim Mahkamah Konstitusi tidak memberikan keputusan sesuai dengan harapan, maka para buruh dan kelas pekerja lainnya, kami akan melakukan aksi-aksi di seluruh Indonesia. Bergelombang sampai dengan dimenangkannya UU Cipta Kerja," Said Iqbal.
"Jadi bergelombang aksi ini, tidak hari ini saja dan seluruh Indonesia. Tidak menutup kemungkinan sedang dipertimbangkan untuk mogok kerja secara nasional. Yang akan diorganisir oleh partai buruh dan serikat buruh," tegasnya.
Selain itu, Said menegaskan, akan terjadi aksi massa terus-menerus nantinya.
"Aksi tidak hanya dari Partai Buruh, namun juga dari elemen masyarakat lainnya, meluas dan bergelombang, bilamana tuntutan untuk mencabut UU Cipta Kerja tidak dikabulkan," tuturnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Mario Christian)