Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal RPP Pengamanan Zat Adiktif, Ini Pandangan Asosiasi Vape

Menurut dia, jangan sampai zat adiktif ini menghambat RPP Kesehatan, sehingga RPP Kesehatan tidak bisa selesai pada waktunya.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Soal RPP Pengamanan Zat Adiktif, Ini Pandangan Asosiasi Vape
DOK.
Ilustrasi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Garindra Kartasasmita menilai pengaturan zat adiktif seharusnya terpisah secara mandiri dan tidak digabung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Garindra Kartasasmita menilai pengaturan zat adiktif seharusnya terpisah secara mandiri dan tidak digabung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.

Menurut dia, jangan sampai zat adiktif ini menghambat RPP Kesehatan, sehingga RPP Kesehatan tidak bisa selesai pada waktunya.

"Tak apa jika RPP Kesehatan ingin diselesaikan, tetapi untuk membantu hal tersebut biarlah zat adiktif ini dikeluarkan dari RPP, kemudian dibuat PP sendiri," kata dia, dalam keterangannya pada Jumat (13/10/2023).

Pemerintah sedang menyusun aturan turunan dari Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Dia mengaku sudah mengikuti perkembangan UU Kesehatan dan memberikan dukungan terhadap muatan UU tersebut.

Namun, yang disayangkan adalah aturan turunan disusun dalam RPP Kesehatan tidak mengikuti aturan payungnya, yaitu UU Kesehatan.

“Yang kami sayangkan adalah mandat UU itu, PP rokok dan rokok elektronik itu diatur terpisah. Kemudian malah disatukan lagi,” kata Garindra.

Berita Rekomendasi

Kata dia, perlu kehati-hatian dan tidak boleh terburu-buru dalam merumuskan aturan pengendalian tembakau.

Hal ini berkaca pada besarnya industri hasil tembakau mulai dari hulu hingga hilir.

Kontribusi penerimaan cukai dari produk tembakau sekitar Rp200 triliun.

Hal ini belum termasuk jumlah perputaran ekonomi di tingkat bawah seperti petani, pekerja, dan pedagang.

“Kalau melihat UU kesehatan sebelumnya, UU 36 tahun 2009, itu tahun 2009. PP untuk tembakau itu baru keluar tahun 2012. Itu artinya untuk membuat aturan turunan tembakau membutuhkan waktu 3 tahun. Sekarang karena dipaksakan untuk disatukan dengan PP Kesehatan ingin diselesaikan dalam 2 bulan, ini yang mustahil," kata Garindra.

Pihak industri berharap agar pemerintah mau memberikan ruang tersendiri bagi produk tembakau.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Carmelita Hartoto, menjelaskan industri tembakau merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat Indonesia.

Ia mendesak agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memisahkan pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dipisah dari RPP Kesehatan

"Dalam penyesuaian ke depan, yang didasari oleh alasan kesehatan masyarakat, perlu dilakukan secara hati-hati dan kalkulatif untuk menciptakan keseimbangan dan kesinambungan industri tembakau serta kesejahteraan masyarakat secara luas," kata Carmelia.

Senada dengan hal itu, Garindra menyatakan bahwa perlu kajian dan waktu yang lebih panjang untuk membahas aturan mengenai ekosistem pertembakauan.

Ia mengatakan bahwa 26 pasal yang mengatur pengaturan produk tembakau di RPP Kesehatan sangat kurang untuk mengatur besarnya industri tembakau.

“Semua yang akan berpengaruh untuk orang banyak butuh pertimbangan yang lebih detail dan butuh PP yang lebih spesifik,” tutup Garindra.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas