Hakim Konstitusi Saldi Isra: Saya Khawatir Kepercayaan Publik Runtuh
Saldi Isra lantas membeberkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang dipahaminya terkait putusan ini.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Saldi Isra memiliki pandangan atau pendapat berbeda dalam putusan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjadi kepala daerah.
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan itu.
Saldi Isra lantas membeberkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang dipahaminya terkait putusan ini.
Saldi mengaku merasa khawatir putusan MK yang itu bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi MK.
"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat, sangat, sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah. Quo vadis Mahkamah Konstitusi?" ucap Saldi dalam persidangan di ruang sidang MK RI, Senin (16/10/2023).
Menurut Saldi, persyaratan usia minimum pejabat negara, termasuk syarat usia minimum sebagai calon wakil presiden dan wakil presiden, sebagaimana diajukan dalam permohonan a quo dapat dikatakan menjadi bagian dalam doktrin political question.
Harusnya perkara itu, kata dia ditangani pada tanah politik pemerintahan, dalam hal ini Presiden dan DPR selaku pembentuk undang-undang.
"Sebaliknya, permasalahan atau pertanyaan tersebut seyogianya ditangani oleh cabang kekuasaan yang berwenang, seperti eksekutif atau legislatif," tutur dia.
Lebih lanjut, kata dia, MK juga seringkali memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi.
Sehingga, kata dia, seharusnya perkara yang demikian diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukannya, dan bukan diputuskan oleh MK.
"Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks pemisahan kekuasaan negara," ucap dia.
Oleh sebab itu, dalam perkara mengenai batas usia capres dan cawapres tersebut, MK seharusnya berpegang teguh pada opened legal policy.
"Sayangnya, hal yang sederhana dan sudah terlihat dengan jelas sifat opened legal policy-nya ini, justru diambil alih dan dijadikan beban politik Mahkamah untuk memutusnya," tukas dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.