Putusan MK Terkait Usia Capres-Cawapres Jangan Sampai Korbankan Keutuhan Bangsa di Tahun Politik
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut kemudian menuai pro dan kontra di ruang publik dan menjadi polemik.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konsitusi (MK) Republik Indonesia menolak gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Namun, dalam keputusan yang lain, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 atau UU Pemilu, tentang syarat berpengalaman sebagai kepala daerah.
Adapun gugatan yang dikabulkan sebagian itu, teregister dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut kemudian menuai pro dan kontra di ruang publik.
MK memutuskan syarat capres adalah tetap berusia minimal 40 tahun namun dalam gugatan selanjutnya syarat tersebut disetujui untuk ditambahkan frasa "atau kepala daerah yang sedang atau pernah dipilih lewat pemilihan umum".
Pada gugatan yang diputuskan mengenai batas usia Capres dan Cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Wali kota Solo yang juga putra sulung presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang selama ini digadang-gadang menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto mendapat lampu hijau untuk maju di Pilpres 2024 mendatang setelah sebelumnya terganjal usia yang masih 36 tahun.
Ketua Umum GMKI 2022-2024, Jefri Edi Irawan Gultom, menilai isu putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres menyita banyak perhatian publik.
"Saya juga mengikuti proses persidangan yang cukup panjang tersebut, terlepas dari pro dan kontra antar berbagai pihak. Bahwa keputusan sudah disepakati secara kolektif kolegial dan mari kita hargai dan jalani keputusan tersebut karena keputusan tersebut bersifat final dan mengikat," kata Jefri Gultom sapaan akrabnya, Selasa (17/10/2023), kepada wartawan
Menurutnya, bahwa dinamika politik hari ini tidak boleh mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional khususnya semangat kebangsaan masyarakat dalam menyambut pesta demokrasi di pemilu serentak 2024.
Di sisi lain dinamika politik hari ini harus berorientasi pada proses politik kepemimpinan yang baik untuk negara.
Setelah itu Jefri juga menambahkan persoalan kaderisasi pemimpin yang diragukan oleh banyak pihak harus dilihat secara jeli bahwa kaderisasi seperti apa yang seharusnya terjadi dalam mempersiapkan skema kepemimpinan Indonesia hari ini dan menuju masa depan Indonesia Maju terkait Cita-cita Indonesia Emas 2045 yang sudah dirumuskan.
"Persoalan memproduksi kepemimpinan Indonesia ini sangat beragam, saya memahami semua pihak memiliki hak yang lebih dalam memilih opsi-opsi kaderisasi,” kata dia.