Terima Legal Standing Pemohon karena Alasan Pengagum Gibran, MK Kehilangan Ketidakberpihakan
JPPR dan KIPP mengkritik Mahkamah Konstitusi yang menurut mereka kini kehilangan prinsip ketidakberpihakannya.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurut mereka kini kehilangan prinsip ketidakberpihakannya.
Manajer Pemantauan JPPR Aji Pangestu mengungkapkan dugaan atas hilangnnya prinsip ketidakberpihakan itu terlihat pada pertimbangan hukum perkara a quo yang dengan mudah meloloskan legal standing pemohon.
Perkara tersebut tercatat dalam Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang putusannya mereduksi syarat usia minimal calon presiden (capres) calon wakil presiden (cawapres).
“MK yang pada umumnya sangat ketat dalam pemeriksaan legal standing, seketika melunak dan menerima legal standing ‘hanya’ dengan alasan Pemohon adalah seorang pengagum Wali Kota Solo,” ujar Aji dalam keterangannnya, Senin (23/10/2023).
Artinya, lanjut Aji, basis kerugian pemohon hanya dilandaskan pada kekaguman pemohon kepada Putra Sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka semata. Tanpa menjelaskan lebih rinci soal korelasi kerugian konstitusional diri pemohon.
“Inilah yang kemudian menjadi problem dasar selanjutnya dari perkara ini, yakni independensi MK,” tuturnya.
Atas hal ini JPPR dan KIPP mendorong adanya rekonstruksi MKi yang didesain secara ketat dengan upaya menjaga kemandirian hakim konstitusi baik secara personal maupun kelembagaan.
Baca juga: Dihujani Kritik dan Sindiran, Ketua MK Singgung Teguh Pegang Sumpah Hakim 30 Tahun
Termasuk melarang adanya hubungan keluarga antara Presiden selaku pejabat eksekutif dan pimpinan DPR selaku pejabat legislatif dengan hakim konstitusi selaku orang yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Adapun perkara nomor 90 ini digugat oleh Almas Tsaqibbirru. Ia merupakan Mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), itu ternyata adalah anak Koordinator Masyarakat Anti-korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Baca juga: MK Terima 7 Laporan Soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim hingga Minta Anwar Usman Mundur
Pada sidang pemeriksaan, Almas memaparkan kedudukan hukumnya untuk mengajukan permohonannya terkait batas usia minimal capres-cawapres. Ia juga sempat menyinggung Gibran yang menjadi sosok idolanya.