Jadi Anggota MKMK Usut Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman dkk, Jimly: Tidak Ada Konflik Kepentingan
Statusnya sebagai anggota DPD saat ini tidak akan menganggu kerjanya sebagai Anggota MKMK
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut tidak ada konflik kepentingan dalam kerjanya sebagai Anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) dalam mengusut kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi.
Saat ini Jimly masih berstatus sebagai legislator. Namun ia menyebut tidak akan maju berkontestasi di Pemilu 2024.
Hal itu yang ia tekankan untuk menegaskan tak ada lagi konflik kepentingan ia pegang saat ini.
Baca juga: Wapres Ingatkan Putusan MK Jangan Sampai Berimbas ke Kinerja Pemerintah
"Itu dia saya kan sudah bilang, cuman karena saya enggak nyalon lagi jadi enggak ada konflik kepentingan. Sudah tobat saya, mau kembali ke jalan yang benar," ujar Jimly kepada awak media di Gedung MK, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Ia juga mengatakan, statusnya sebagai anggota DPD saat ini tidak akan menganggu kerjanya sebagai Anggota MKMK mengingat saat ini Kompleks Senayan tengah dalam kegiatan reses.
"Lagi reses semua orang di dapil," tuturnya.
Rencana mulai besok, Jimly bersama dua anggota MKMK lainnya-hakim konstitusi Wahiduddin Adams dan mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih sudah akan melakukan rapat dalam menjalankan tugasnya yang hanya dibatasi 30 hari ini.
"Besok lah (mulai kerja), tapi saya harus rapat ini. Membicarakan mengenai jadwal kerja, saya maunya secepat-cepatnya kita memanggil para pihak, kalau perlu dengan Zoom," jelas Jimlly.
"Misalnya Denny Indrayana dari Melbourne, kita denger secepat-cepatnya, cuma kan saya bahas dulu," pungkasnya.
Pada konferensi pers yang digelar kemarin, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan akan menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK terkait laporan soal dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh sejumlah pihak.
Baca juga: Anwar Usman Sebut akan Dukung Kerja Majelis Kehormatan MK Terkait Hal-hal yang Bersifat Substantif
Ia menyampaikan bahwa hakim konstitusi tidak akan melakukan intervensi terhadap MKMK. Kemudian Enny menegaskan Majelis Hakim Konstitusi ingin secepatnya MKMK bekerja untuk menghilangkan kecurigaan serta demi menjaga muruah MK. Ia juga menyebut kepercayaan publik menjadi penting.
Alasan MKMK Dibentuk Pascaputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi karpet merah untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan akan didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres besok ke KPU RI.
Baca juga: Mahasiswa Gugat UU Pemilu ke MK, Minta Hanya Gubernur di Bawah 40 Tahun yang Bisa Nyapres-Nyawapres
Hingga kemarin, MK telah menerima secara resmi 7 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.