Komnas HAM Menduga Ada Mal Administrasi terkait Bisnis Senjata 3 BUMN dengan Myanmar
Komisioner Komnas HAM menyatakan berdasarkan hasil analisa di tingkat pengaduan, terdapat dugaan mal administrasi dalam bisnis senjata.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Menurut dia, dugaan yang didasarkan pada sumber-sumber terbuka dan sumber lainnya tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut.
Ia mengatakan karena tindakan ketiga BUMN pertahanan tersebut diduga bertentangan dengan Resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Hal tersebut disampaikan Marzuki usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (23/10/2023).
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," kata dia.
"Tetapi yang lebih mendalam adalah bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia Indonesia memungkinkan dan mengharuskan bahwa dugaan atau keterlibatan dari pihak Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran di Myanmar yang sudah berkualifikasi pelanggaran HAM berat perlu diselidiki duduk perkaranya," sambung dia.
Marzuki menduga pelanggaran HAM berat yang dilakukan Junta Militer Myanmar telah berlangsung sejak tahun 2017.
Selain itu, dia juga meyakini perdagangan senjata antara BUMN pertahanan Indonesia dengan Junta Militer Myanmar masih berlangsung setelah PBB menerbitkan resolusi tentang pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
"Pelanggaran HAM berat (junta militer Myanmar) itu sudah berlaku, sudah mulai sejak 2017. Jadi perdagangan senjata itu setelah keluarnya resolusi PBB dan setelah kudeta masih berlangsung. Karena itu pameran yang dilakukan oleh Pindad itu bulan Juli 2023. Dengan demikian ini sudah lama berlangsung dan tidak diketahui," katanya.
"Dan dengan demikian Pindad baik langsung maupun tidak langsung, terlibat di dalam penindasan rakyat Myanmar," sambung dia.
Marzuki mengatakan holding BUMN pertahanan DEFEND ID berhak membantah dugaan tersebut.
Namun demikian menurut Marzuki, DEFEND ID perlu mengklarifikasi perihal hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar.
"Ini semua didasarkan kepada adanya informasi yang terbuka yang dikeluarkan oleh PT yang bersangkutan bahwa mereka ada hubungan-hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar. Itu yang memerlukan klarifikasi," kata Marzuki.
Untuk itu, ia juga mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
"Selama tidak ada bantahan yang bersifat tertulis, tidak ada sesuatu yang sifatnya menyatakan bahwa itu tidak terjadi dan dibuktikan bahwa itu tidak terjadi, sulit bagi kita untuk mempercayai kalau tidak ada kesimpulan dari Komnas HAM," kata Marzuki.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.