KPK Periksa Istri Eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono Soal Pembelian Aset
Selain Nurlina, penyidik KPK juga memeriksa saksi Sukur Laidi selaku Direktur PT Sungai Masinti Sejati.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa istri mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, Nurlina Burhanuddin, pada Senin (23/10/2023).
Nurlina diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Dirjen Bea Cukai dengan tersangka Andhi Pramono.
"Saksi hadir dan kembali menyatakan bersedia memberikan keterangan di hadapan tim penyidik," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (24/10/2023).
Lewat Nurlina, kata Ali, tim penyidik berusaha menyelisik soal uang yang diterima Andhi.
Di mana uang itu digunakan Andhi untuk membeli sejumlah aset bernilai ekonomis.
"Melalui pengetahuan saksi dilakukan pendalaman terkait dugaan penerimaan serta penggunaan uang dari tersangka AP (Andhi Pramono) di antaranya pembelian berbagai aset bernilai ekonomis yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia," kata Ali.
Selain Nurlina, penyidik KPK juga memeriksa saksi Sukur Laidi selaku Direktur PT Sungai Masinti Sejati.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dugaan penerimaan uang oleh tersangka AP dari beberapa pihak swasta," ungkap Ali.
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan pencucian uang.
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.