Terdakwa Korupsi BTS Kominfo Blak-blakan Ungkap Aliran Duit Ratusan Miliaran untuk Tutup Kasus
Sidang lanjutan korupsi proyek tower BTS Kominfo kembali menyinggung aliran uang miliaran rupiah yang disebar ke berbagai pihak untuk menutup kasus.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan korupsi proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo kembali menyinggung aliran uang miliaran rupiah yang disebar ke berbagai pihak untuk menutup kasus, Senin (23/10/2023).
Uang tersebut diketahui merupakan titipan dari para rekanan proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Aliran uang itu dibongkar terdakwa Irwan Hermawan yang merupakan kawan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
Irwan awalnya menjelaskan soal aliran uang untuk eks Menkominfo Johnny G Plate.
Irwan menyebut ada uang Rp 500 juta kepada eks Menkominfo Johnny G Plate yang diserahkan setiap bulan sebanyak 20 kali.
Baca juga: Johnny G Plate dkk Bakal Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo Pekan Depan
"Yang pertama, yang 500 juta per bulan itu," kata Irwan Hermawan dalam persidangan.
"Dari sekitar April 2021 sampai kapan itu?" tanya Hakim Ketua, Dennie Arsan Fatrika.
"Sampai Oktober 2022, 20 kali lah. Jadi mungkin Maret-Oktober 2022," kata Irwan.
Jika ditotal, maka uang yang mengalir ke eks Menkominfo mencapai Rp 10 miliar.
Di luar itu, ada pula tambahan Rp 1,5 miliar untuk disumbangkan Johnny G Plate ke gereja di kampung halamannya, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Kejagung Pastikan Bakal Panggil Pihak BPK Terkait Upaya Pengamanan Kasus BTS Kominfo
"Lalu, ternyata ada juga, belakangan ini saya baru tahu ada Rp 1,5 miliar ke Yunita (staf di Tata Usaha Kemenkominfo) itu untuk sumbangan gereja atau keuskupan gitu," ujar Irwan.
Kemudian ada pula uang yang dialirkan kepada POKJA Tower BTS Rp 500 juta dan Kadiv Lastmile/ Backhaul BAKTI, Feriandi Mirza sebanyak Rp 500 juta.
Setelahnya, pada akhir 2021, eks Dirut BAKTI Anang Achmad Latif mendatangi Irwan Hermawan untuk meminta sebagian uang yang dikumpulkan dari para rekanan ini.
Saat itu, Anang berdalih hendak meminjam terlebih dahulu uang haram tersebut.
"Beliau bilangnya, sudah ada terkumpul belum? Saya pinjam dulu deh 3 miliar," kata Irwan.
Kemudian ada pula untuk perjalanan dinas Johny G Plate dan rombongannya ke luar negeri mencapai Rp 1,8 miliar yang berasal dari para rekanan proyek plus Rp 200 juta dari Irwan secara pribadi.
Uang untuk perjalanan dinas Johnny G Plate itu diberikan melalui Kepala Divisi Layanan Telekomunikasi dan Informasi BAKTI Kominfo, Latifah Hanum yang merupakan bagian dari rombongan.
"Lalu, untuk perjalanan dinas, Latifah Hanum itu Rp 1,8 miliar ditambah sumbangn Rp 200 juta," ujar Irwan.
Kemudian ada pula uang yang diserahkan kepada tenaga ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang sebanyak Rp 4 miliar.
Uang Rp 4 miliar itu diserahkan dalam 4 tahap, masing-masing Rp 1 miliar.
"Ada perintah ke saya untuk menyerahkan ke Wabelrtus, tenaga ahli di Menteri Kominfo, 'Ini tolong 1 miliar per bulan.' 4 bulan, dari Juni sampai Oktober itu 4 kali," katanya.
Setelahnya, uang dari para rekanan digelontorkan ke berbagai pihak untuk upaya menutup permasalahan yang ada di proyek BTS ini.
Sekira awal 2022, disebutkan bahwa ada penyerahan Rp 70 miliar ke seseorang bernama Nistra yang kemudian diketahui sebagai perantara ke Komisi I DPR.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan dalam dua tahap melalui Windi Purnama, kurir yang juga kawan Anang Latif dan Irwan Hermawan.
"Sekitar Bulan Februari atau Maret itu ada penyerahan, ada perintah dari Pak Anang langsung ke Windi untuk menyerahkan ke seseorang namanya Nistra. Jadi dua kali Nistra, 30 plus 40 jadi 70. Belakangan tahu beliau adalah salah satu staf di parlemen," kata Irwan.
Kemudian, Anang Latif sebagai Dirut BAKTI saat itu memerintahkan kepada Windi Purnama untuk menyerahkan uang ke BPK melalui perantara bernama Sadikin.
Uang yang diserahkan kepada BPK melalui Sadikin mencapai Rp 40 miliar.
"Selanjutnya perintah dari Pak Anang ke Pak Windi untuk memberi ke seseroang namanya Sadikin. 40 miliar. Yang saya ketahui adalah kaitannya dengan BPK. Di (Hotel) Grand Hyatt," katanya.
Selanjutnya, uang Rp 15 mliar diberian kepada pengusaha bernama Edward Hutahaean yang belakangan diketahui merupakan makelar kasus.
Dirinya kini sudah ditahan Kejaksaan Agung.
"Masih terkait dengan BTS, pada saat itu Rp 15 miliar. Kepada Edward Hutahaean dan saya menyerahkannya lewat stafnya Pak Galumbang," ujar Irwan.
Saat itu Edward yang memiliki nama asli Naek Parulian Washington itu menjanjikan pengurusan agar permasalahan proyek BTS tak muncul sebagai kasus yang ditangani Kejaksaan Agung.
Namun, janji itu gagal dilaksanakan, sehingga Irwan dkk menemui pengusaha nikel bernama Windu Aji Sutanto yang juga mengklaim punya koneksi untuk mengurus kasus.
Kepada Windu, uang yang diserahkan sebanyak Rp 66 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat untuk dua tahap.
"Total dana yang sudah keluar ke Windu itu sekitar 66 miliar. Kalau dalam dolarnya itu sekitar 4,4 juta dalam dua kali penyerahan," ujarnya.
Namun lagi-lagi upaya tersebut menemui jalan buntu alias tidak berhasil.
Karena itu, Irwan dkk menemui Menpora, Dito Arioedjo atas rekomendasi anak buah Galumbang Menak, terdakwa lain dalam perkara ini.
Katanya, uang yang diberikan ke Menpora tersebut mencapai Rp 27 miliar.
"Ada penyerahan dua kali ke Dito?" tanya Hakim Ketua, Dennie Arsan Fatrika.
"Iya," jawab Irwan.
"Yang pertama berapa yang kedua berapa?" tanya Hakim Dennie lagi.
"Ada yang Rp 20 miliar ada yang Rp 7 miliar," kata Irwan.
Sebagai informasi, keterangan Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy ini disampaikan sebagai terdakwa sekaligus saksi mahkota bagi perkara Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Selain mereka bertiga, dalam kasus BTS ini juga sudah ada tiga orang yang dimeja hijaukan, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Enam terdakwa itu telah dijerat dugan tindak pidana korupsi.
Namun khusus Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Mereka yang dijerat korupsi, dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.