Pesantren Diharapkan Akomodir 4 Mapel Umum Masuk Kurikulum, Ada Matematika hingga Bahasa Indonesia
Pasca mendapat pengakuan penuh dari pemerintah dan resmi menjadi bagian integral dari Sisdiknas, pondok pesantren harus mengakomodir 4 mapel umum
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca mendapat pengakuan penuh dari pemerintah dan resmi menjadi bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pondok pesantren harus mengakomodir empat mata pelajaran umum.
Hal ini telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren.
Sekaliapun pesantren tetap memiliki kebebasan menyusun kurikulum independen berbasis kitab kuning.
Empat materi pelajaran umum ini diwajibkan masuk kurikulum, yaitu pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, dan IPA/IPS.
Empat mata pelajaran umum ini menjadi salah satu standar kompetensi kognitif dasar bagi santri.
Baca juga: Kunjungi Pondok Pesantren Al Badar, Ulama dan Tokoh Banten Doakan Anies Baswedan Jadi Presiden
Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghofarrozin menjelaskan, tujuan utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan akademik dan keterampilan yang relevan dalam lingkup kurikulum.
Untuk itu mata pelajaran yang terkait aspek kognitif dasar, seperti matematika, sains, bahasa, dan ilmu sosial sangatlah penting.
"Selama ini sebagian besar pesantren telah mengakomodir mata pelajaran ini," ujar dia dalam acara Sosialisasi UU No 18/2019 Tentang Pesantren di Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 Benda, Sirampog, Brebes, Jawa Tengah, Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut Gus Rozin menambahkan, pesantren juga harus menetapkan sistem penjaminan mutu yang saat ini tengah disusun oleh Majelis Masyayikh.
Penetapan mutu pesantren dinilai urgen karena pesantren harus memastikan hak pendidikan para santri terpenuhi.
Selain itu standarisasi mutu relevan dengan dukungan dari pemerintah dan pihak lainnya agar setiap lulusan pesantren dapat berkhidmat di mana saja tanpa terkecuali.
"Dalam penerapannya, Majelis Masyayikh akan bermitra dengan Dewan Masyayikh di tingkat pesantren untuk menyusun standar baku mutu pendidikan yang mengacu pada kompetensi kitab kuning," imbuhnya.
Baca juga: Muhammad Zain: Ada Komunitas Pondok Pesantren yang Lebih Taat Kepada Kiai Dibanding Pemerintah
Majelis Masyayikh adalah lembaga induk penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan 9 orang anggota dari unsur pesantren di Indonesia.
Pembentukan Majelis Masyayikh menjadi konsekuensi dari pengakuan pemerintah sepenuhnya terhadap pesantren, sehingga pesantren harus dapat menjaga mutunya secara mandiri.
Pondok pesantren secara tradisional telah menggunakan kitab kuning sebagai silabus pembelajaran.
Untuk itu kitab kuning diposisikan sebagai bahan ajar utama yang menjadi sumber segala rumpun pengetahuan di pesantren.
Sebagaimana tertuang dalam UU No 18 Tahun 2019, satuan pendidikan pesantren dijalankan melalui dua jalur. Yang pertama pengkajian kitab kuning secara berjenjang dan tidak berjenjang, yang kedua adalah jalur terintegrasi dengan pendidikan umum.
Kedua jalur ini tidak akan dibiarkan berjalan tanpa ukuran yang jelas.
Pengasuh pesantren Minftahul Huda, Manojaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, KH. Abdul Aziz Affandy menerangkan bahwa mekanisme penjaminan mutu ini bukan memaksakan ukuran pusat kepada pesantren, akan tetapi memberikan kewenangan dan kebebasan bagi pesantren untuk mengatur, mengelola, dan mengembangkan program pendidikan nonformal mereka sendiri.
“Dewan Masyayikh pada dasarnya berkewajiban mengurus kurikulum pesantren. Meskipun demikian Majelis Masyayikh tidak boleh mengatur Dewan Masyayikh dalam hal kurikulum karena hal itu menjadi bagian dari otonomi pesantren. Peran yang akan diambil Majelis Masyayikh adalah memberikan pendapat terkait hal ini,” kata ulama yang juga anggota Majelis Masyayikh ini.
Pendidikan pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional, sehingga penyusunan standarisasi mutu harus mengacu kepada Sistem Pendidikan Nasional.
Oleh karena itu penyusunan standar mutu harus sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dirinci dalam PP No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.