Jimly Asshiddiqie: Kita Akui Saja, Semua Pribadi Punya Kepentingan
Jimly menegaskan ia juga menghargai pendapat dari Perekat Nusantara yang memandang tanggal putusan itu terkesan terburu-buru.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan semua orang tentu punya kepentingan.
Tak terbatas bagi individu, tapi juga kelompok, golongan, hingga partai politik tentu punya kepentingan masing-masing.
Hal itu disampaikan oleh Jimly dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang berlangsung di Gedung II MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Baca juga: Selesai Periksa Tiga Hakim MK, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie: Banyak Sekali Masalah
Pernyataan Jimly ini ia sampaikan dalam sidang saat memberi penjelasan kepada pihak pelapor–Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara)–ihwal alasan apa saja yang dalat menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat. Salah satunya kata Jimly ialah konflik kepentingan.
Mulanya, alasan itu Jimly beberkan sebab pelapor sempat mempertanyakan kenapa MKMK harus buru-buru memutus sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi ini.
Jimly menjelaskan keputusan itu lahir dari pelapor yang telah mereka periksa sebelumnya, eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang meminta sidang diputus cepat.
Permintaan itu, setelah dirundingkan oleh MKMK, dapat diterima.
Baca juga: Ketua MKMK Ungkap Alasan Sidang Etik Anwar Usman Bakal Diputus 7 November 2023
Namun begitu, Jimly menegaskan ia juga menghargai pendapat dari Perekat Nusantara yang memandang tanggal putusan itu terkesan terburu-buru.
"Orang berbeda pendapat itu karena kepentingan, semua orang, sudahlah kita akui saja, semua pribadi punya kepentingan," ujar Jimly, Rabu.
"Semua keluarga punya kepentingan, semua golongan, kelompok, apalagi partai, partai itu kan golongan, punya kepentingannya sendiri-sendiri," ia menambahkan.
Namun begitu, meski ada perbedaan pendapat karena perbedaan, tentu jalan keluarnya menurut Jimly masih dapat ditemukan dengan proses komunikasi.
"Nah itu pasti berbeda pendapatnya. Itu namanya penalaran yang didorong oleh kepentingan. Tapi kalau bertemu, dimusyawarahkan, kita bicara tentang kepentingannya lebih besar, lebih luas. Ketemu pak perbedaan itu," tuturnya.
Sebagai informasi, hari ini MKMK melanjutkan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Baca juga: Pastikan Putusan Pelanggaran Etik pada 7 November 2023, MKMK Diprotes Pelapor
MKMK memeriksa tiga pelapor, yakni: Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), dan advokat Tumpak Nainggolan mempertanyakan sikap MKMK yang ingin memutus kasus ini pada 7 November 2023.
Petrus tidak ingin MKMK terburu-buru mengambil keputusan karena terpengaruh oleh jadwal tahapan Pemilu yakni batas akhir pengusulan bakal calon presiden-wakil presiden pengganti yang dijadwalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada November 2023.
"Timbul pertanyaan kalau perkara ini terburu-buru dan akan diputus tanggal 7, apakah karena tanggal 8 November ini KPU akan masuk ke tahapan selanjutnya termasuk juga mungkin penetapan pasangan calon atau karena sebab lain?" ujarnya dalam ruang sidang.
Petrus mengaku keberatan jika MKMK harus bekerja terburu-buru mengikuti jadwal tersebut karena memberi kesan bahwa MKMK terpengaruh situasi politik.
"Padahal kami inginkan mahkamah kehormatan ini betul-betul mandiri dan tahapan-tahapan itu dilewati dengan normal, kalau perlu KPU menunggu proses yang ada di sini," ujar dia.