Makan Siang Ala Jokowi Hanya Basa Basi
Dari pertemuan makan siang itu, Siti Zuhro melihat bahwa justru Ganjar dan Anies yang terlihat sangat cair.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
Bagaimana tanggapan Anda soal makan siang Presiden Jokowi dengan ketiga bakal Capres?
Tentang pertemuan yang baru berlangsung dengan melibatkan tiga bacapres Pemilu 2024, kalau menurut saya, bagus-bagus saja dalam arti tensi politik yang tinggi seperti ini, tensi yang tinggi ini bukan karena kontestasi yang biasa, tetapi karena ada kondisi kontestasi yang dinilai oleh publik, khususnya akademis, publik akademis melihat bagaimana keputusan MK yang seperti itu dan internal MK juga seru, apa adanya mereka membuka ke publik yang kenimbulkan keresahan masyarakat apalagi terkait dengan paslon, dengan calon wakil presiden yang notabennya adalah memang putra Pak Presiden Jokowi.
Ini akhirnya menimbulkan kontroversi-kontroversi tidak hanya di tengah masyarakat tetapi juga kontroversi itu melibatkan partai yang saling berhadapan. Ini yang mestinya mungkin dipahami seksama oleh Pak Jokowi sehingga mengirimkan udangan kepada ketiga-tiganya.
Meskipun undangan ketiga-tiganya seperti itu tentu kita juga menyaksikan sisi positifnya oke, paling kurang memberikan relalif, tetapi kan tidak bisa lepas dari motif2 atau latar belakang politik karena ini tahun politik.
Latar belakang politik tadi tidak sekedar menurunkan sekedar disharmoni di masyarakat, diberikan solusi supaya tidak terlalu tegang, ada colingdown sedikit, tapi juga kita melihat bagaimana tidak cairnya.
Jadi meskipun dicair-cairkan antar tiga Bacapres, kelihatan tapinya ewuh pekewuh diantara mereka itu kelihatan. Dalam hal ini, Anies ada di tengah, seperti itu. Tentu bagi kubu Anies bisa diterjemahkan lain, maka juga ada pemahaman dari Bacapres Anies dalam hal ini.
Bagi Mas Ganjar tentunya ini juga bukan hal yang mudah, menghadiri undangan seperti itu, meskipun saya yakin yang bersangkutan amat legowo melakukan itu.
Jadi memang diantara 3 bacapres memang ada semacam kekakuan, tidak cair dalam arti sebenarnya. Mungkin diantara Mas Ganjar dan Mas Anies keliatannya biasa saja, tidak ada ketegangan. Tetapi kita menyaksikan seperti pulang saja, yang tertinggal masih dua, keduanya masih relatif cair. Itu yang kita lihat.
Lalu apa maknanya, itu tadi sebenarnya bagaimana upaya atau iqtiar dari Pak Jokowi dalam dalam hal ini untuk memberikan clue atau tanda kepada publik luas, masyarakat Indonesia, bahwa kompetisi kontestasi ini berlangsung oke.
Jadi tidak ada semacam tensi politik yang tinggi yang mengarah kepada negatif, semacam konflik, ketegangan yang berakhir dengan konflik, bahkan yang lebih seru lagi karena mungkin publik distras yang tinggi kepada pemerintah, maka akan terjadi kerusuhan karena resistensi terhadap masyarakat luas terhadap keputusan yang diambil belakangan ini terhadap Bacawapres dari porosnya Pak Prabowo yang menempatkan MK yang melibatkan keluarga Pak Jokowi, sehingga muncul argumentasi dan perdebatan di masyarakat mengenai dinasti politik.
Jadi maknanya itu ya Bu?
Kita bisa maknai itu, tidak mungkin ujuk-ujuk mengundang, biasanya yang diundang hanya Pak Prabowo, tapi kali ini yang diundang ada Mas Ganjar dan Mas Anies, kenapa gerangan tentu ingin meredam kecenderungan eskalasi politik yang mulai tinggi.
Sebetulnya kompetisi kontestasi jamak saja dalam Pemilu, karena tidak mungkin Pemilu tanpa kontestasi. Jadi jamak saja. Tapi kalau Pemilunya diiktuti tahapan-tahapan yang benar. Jadi kompetisinya lain, kompetisinya beradu argumen, beradu visi, misi dan program siapa yang biasa menunjukan program yang oke, itu hal yang biasa di kompetisi, tetapi ini karena ada aturan yang dilanggar, aturan yang mendadak di tengah jalan di ciptakan.
Mengubah peraturan yang sebelumnya sudah disepakati ketika sebelum pemilu. Ketika tahapan Pemilu maka berulang kali kita menyaksikan apapun itu di judicial reviewkan, nah kalu ini kita menyaksikan usulan JC yang bukan sebetulnya otoritas MK. Nah itu yang dipersoalkan masyarakat luas.