Temukan 7 Klaster Masalah, Kemenkominfo Bicara Perlunya Revisi UU Keterbukaan Informasi Publik
Kemenkominfo sebut keterbukaan informasi publik merupakan cerminan demokrasi sebuah negara tapi selama 15 tahun ini Indonesia masih hadapi kendala.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan keterbukaan informasi publik merupakan cerminan demokrasi sebuah negara.
Namun implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang telah berjalan selama 15 tahun di Indonesia, masih menghadapi kendala seperti klasifikasi informasi, pemenuhan hak dan kewajiban pemohon informasi maupun badan publik, dan sanksi hukum.
Perkembangan lanskap teknologi digital juga memberikan peluang sekaligus tantangan terhadap pengelolaan dan pelayanan informasi publik.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan UU KIP memberikan tanggung jawab kepada badan publik negara untuk aktif mempublikasikan informasi berkala, dan serta merta.
Di sisi lain, regulasi ini juga mengatur pengecualian terhadap akses informasi yang dapat membahayakan keamanan nasional atau privasi individu.
Hal ini disampaikan Usman dalam Webinar Lokakarya bertajuk 'Kajian Revisi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik'
"Ada tantangan bagaimana kita mendayung di antara dua kepentingan, yang pertama adalah keterbukaan informasi dan yang kedua adalah perlindungan informasi," kata Usman, Selasa (31/10/2023).
Baca juga: Kepala BSKDN : Perlu Sinergi Hadapi Berita Bohong di Era Keterbukaan Informasi
Kemenkominfo memandang pengelolaan dan pelayanan informasi publik bagi masyarakat belum terakomodir sepenuhnya dalam penerapan regulasi yang ada.
Perihal permasalahan ini, Kemenkominfo telah mengumpulkan studi kasus terkait di masyarakat dan beberapa badan publik yang akan dituangkan dalam kajian naskah akademik.
Para pemangku kepentingan seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, dan akademisi juga diajak untuk mengkaji kemungkinan adanya revisi terhadap UU KIP.
"Dari hasil kajian tersebut, harapannya dapat mengakomodasi semua kebutuhan pemangku kepentingan dan tentunya lebih tepat guna untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi publik," kata Usman.
Adapun hasilnya ditemukan permasalahan pada 7 klaster yakni pemohon dan Badan Publik, proses pengelolaan informasi publik, Komisi Informasi, Informasi Publik, penyelesaian sengketa, pasca keputusan Komisi Informasi, dan pada pasal-pasal spesifik yang perlu direvisi.
Baca juga: Kemenkominfo: Acara Bertaraf Internasional Momentum Humas Bangun Citra Indonesia
Komisioner Komisi Informasi Pusat, Samrotunnajah mencontohkan soal sengketa informasi yang perlu masuk dalam kajian revisi UU KIP.
"Ibu itu ingin mendapatkan informasi siapa saja perawat yang bertugas saat sebelum kematian anaknya, namun karena rumah sakit tersebut tidak dibiayai APBN atau APBD, maka ia tidak mendapatkan informasi tersebut," kata Samrotunnajah.
Sementara itu, Praktisi Keterbukaan Informasi Publik Muhammad Yasin menyoroti isu dasar keadilan sebagai pertimbangan dalam penyelesaian sengketa informasi publik. Menurutnya ketertutupan bisa jadi sebagai upaya menutupi ketidakadilan.
"Ketertutupan bisa dijadikan upaya menutupi ketidakadilan," ungkap Yasin.