Dua Kali Anwar Usman Didesak Mundur dari MK, Dulu Bantah Nikahi Adik Jokowi karena Politik
Anwar Usman sebelumnya pernah didesak mundur karena menikah dengan adik Jokowi. Namun, saat itu Anwar membantah pernikahannya memuat unsur politik.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Fajar Nasucha
Soal pernikahannya dengan Idayati, Anwar menyebut sebagai ibadah dan takdir Allah SWT.
"Menginginkan suara saya, jawaban saya, untuk mundur, lho gimana? Memaksa saya untuk melawan keputusan Allah, memaksa saya untuk mengingkari konstitusi atau UU," ucapnya saat itu.
"Salah satu hak mutlak Allah yang menentukan jodoh, jodoh kelanjutan, atau jodoh yang pertama, sama Allah yang menentukan."
"Lalu ketika melaksanakan perintah Allah menjauhi larangan Allah, ada ya orang-orang tertentu meminta mengundurkan diri dari sebuah jabatan. Apakah saya harus mengingkari keputusan Allah," imbuh dia.
Tak hanya soal ibadah, lanjut Anwar, menikah juga merupakan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28 b ayat 1 1945.
Begitu juga dengan hak mengembangkan keluarga yang termuat dalam Pasal 29 ayat 1 UUD 1945.
Baca juga: Semua Pihak Diminta Hormati Putusan MKMK Pelanggaran Etik Anwar Usman, Termasuk soal Gibran Cawapres
"(Lantas) apakah saya harus berkorban melepaskan hak asasi saya? Sampai dunia kiamat, Anwar Usman tetap taat pada perintah Allah," tegas dia.
Diketahui, Anwar dan Idayati resmi menikah pada 26 Mei 2022.
Pernikahan keduanya digelar di Graha Saba Buana, Kota Solo, Jawa Tengah.
Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik
Pada sidang kode etik sembilan Hakim MK yang digelar Selasa kemarin, Jimly Asshiddiqie memberkan kesimpulan terkait pemeriksaan terhadap Anwar Usman.
Setidaknya ada tujuh kesimpulan yang membuktikan Anwar Usman melanggar etik dan berujung pemberhentian.
Pertama, Anwar tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan putusan perkara 90 sehingga dinilai terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, dan Prinsip Integritas.
Kedua, Anwar dianggap tidak menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai Ketua MK sehingga dianggap melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan, dan Kesetaraan.
"Hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," kata Jimly, Selasa.