Mahfud MD soal Keluarga Ketua BEM UI Diduga Diintimidasi: Kalau Benar, Itu Melanggar Konstitusi
Sebab, menurut Mahfud, terkait kritik yang disampaikan Ketua BEMI UI Melki tersebut, dilindungi Undang-Undang Dasar 1945
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
![Mahfud MD soal Keluarga Ketua BEM UI Diduga Diintimidasi: Kalau Benar, Itu Melanggar Konstitusi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mahfud-md-usai-orasi-ilmiah-di-jcc.jpg)
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD merespons terkait keluarga Ketua BEM UI Melki Sedek Huang diintimidasi aparat Polri dan TNI, karena mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres yang meoloskan Gibran menjadi cawapres Prabowo.
Mahfud mengatakan, jika hal tersebut terbukti kebenarannya, maka kerja aparat sangat tidak profesional dan melanggar konstitusi.
Baca juga: FX Rudy Protes Keras Polisi Patroli ke Kantor PDIP Solo: Ini Intimidasi, Kecuali Itu Rumah Judi
Sebab, menurut Mahfud, terkait kritik yang disampaikan Ketua BEMI UI Melki tersebut, dilindungi Undang-Undang Dasar 1945, yakni terkait hak menyatakan berpendapat dan bersikap.
"Kalau itu benar terjadi dilakukan oleh aparat polisi itu berarti sangat tidak profesional dan melanggar konstitusi," ucap Mahfud, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
"Pertama, jangankan orang tuanya, si Melki sendiri melakukan protes seperti itu dilindungi oleh undang-undang dasar. Hak menyatakan berpendapat dan bersikap," jelas Mahfud.
Mahfud menilai, intimidasi itu tidak boleh dilakukan, baik terhadap Melki ataupun orang tuanya di desa.
Lantas, ia kemudian mengatakan, Melki dan orang tuanya harus dilindungi.
Baca juga: FX Rudy Protes Keras Polisi Patroli ke Kantor PDIP Solo: Ini Intimidasi, Kecuali Itu Rumah Judi
"Itu tidak boleh, itu pelanggaran atas azas profesionalitas dan itu tidak boleh terjadi di NKRI yang punya konstitusi yang sangat ketat untuk itu. Baik Melki maupun orang tuanya harus dilindungi," tegas Mahfud.
"Tetapi mungkin saja yang mengintimidasi Melki maupun orang tuanya Melki kalau itu hanya dengan telepon, mungkin saja sesama warga sipil mungkin. Jadi belum tentu aparat juga. Kecuali yang datang orang memeriksa lalu mengaku dari aparat. Nah itu tidak boleh," jelasnya.
Menindaklanjuti laporan itu, Mahfud menyampaikan, akan mengirim tim untuk menyelidiki kebenaran kabar tersebut.
"Oleh sebab itu, saya akan mengirim tim ke sana karena kalau ini dibiarkan nanti akan terjadi lebih lanjut dalam peristiwa-peristiwa politik berikutnya," kata Mahfud.
Hal itu juga, kata Mahfud, telah diperintahkan Presiden bahwa Aparat TNI Polri harus netral dalam Pemilu.
"Perintah presiden sudah jelas aparat TNI Polri, birokrasi harus netral dalam semua peristiwa politik khusus untuk pemilu," ucapnya.
"Panglima (TNI) sudah memerintahkan akan menjatuhkan sanksi kepada prajurit yang tidak netral," tegas Menko Polhukam.
Baca juga: BEM UI Ajak Masyarakat Sipil Demo Tolak Putusan MK Soal Pengecualian Batas Usia Cawapres
Terkait intimidasi itu, diungkapkan Melki Sedek Huang usai acara diskusi di UI, Selasa (7/10/2023) malam.
"Ya, di rumah didatangi oleh aparat keamanan, ada dari TNI dari Polri menanyakan ke ibu saya," kata Melki.
Kepada ibunya, kata Melki aparat kepolisian dan TNI menanyakan perihal kegiatan Melki yang lakukan selama di rumah serta kapan biasanya Melki pulang ke rumah.
Bahkan, kata Melki, intimidasi juga dialami gurunya di SMA 1 Pontianak, menjelang putusan MK tentang batas usia capres-cawapres.
"Guru di sekolah saya SMA 1 Pontianak juga ada yang telpon, katanya menjelang putusan MK ada yang tanya Melki pas sekolah gimana. Melki kebiasaannya apa dan lain sebagainya," ujarnya.
Meski banyak ancaman dan intimidasi, Melki mengaku tak gentar untuk menyuarakan ketimpangan hukum yang sedang terjadi.
"Jadi himbauan buat temen-temen yang hari ini kritis, hari ini melawan, jaga diri masing-masing karena kekuasaan makin mengkhawatirkan," katanya.
Seperti diketahui, Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan bahwa sembilan hakim konstitusi terbukti melanggar kode etik berupa prinsip kepantasan dan kesopanan dalam penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran sebagai cawapres.
Atas pelanggaran ini, para hakim dijatuhi sanksi berupa teguran lisan.
Putusan itu diketuk oleh MKMK dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).
“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," lanjut Jimly.
MKMK menyatakan, telah terjadi kebocoran rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Selain itu, MKMK menyatakan, sembilan hakim konstitusi membiarkan terjadinya konflik kepentingan dalam penananganan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023.
MKMK juga memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim.
Karena pelanggaran berat yang dilakukannya itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK.
"(Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshidiqie saat membacakan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.