Pernyataan KPK usai Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka Gratifikasi
Inilah kata KPK setelah menetapkan Wamenkumham, Eddy Hiariej sebagai tersangka. Penetapan sudah dilakukan sejak dua minggu yang lalu.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Inilah kata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Wamenkumham Eddy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi atau suap senilai Rp7 miliar.
Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Selain itu, Alex menyebut ada tiga pihak lainnya yang dijadikan sebagai tersangka.
Baca juga: Daftar 4 Tersangka di Lingkaran Kasus Dugaan Suap dan Gratifikasi Wamenkumham Eddy Hiariej
"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu, dengan empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu, klir," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Tiga orang yang diduga menerima suap ialah Eddy Hiariej dan dua asisten pribadinya, Yogi Arie Rukmana (YAR) dan advokat Yosi Andika Mulyadi (YAM).
Sementara itu, orang yang diduga memberi suap atau gratifikasi ialah seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan (HH).
Kasus ini sebelumnya diungkap oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.
Ia melaporkan Eddy ke KPK pada bulan Maret tahun 2023 lalu.
"Jadi ini terkait adanya aliran dana sekitar Rp7 miliar,” ucap Sugeng Teguh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2023).
Dugaan IPW, aliran dana Rp7 miliar tersebut terkait dua peristiwa, yaitu permintaan bantuan pengesahan status badan hukum dan konsultasi mengenai hukum.
Sugeng menyatakan, dugaan aliran dana tersebut bisa diduga sebagai pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, ataupun lainnya.
Ia menyebutkan, telah membawa empat alat bukti transaksi pengiriman dana atau transfer dan bukti percakapan aplikasi pesan pendek.
Percakapan itu menunjukan bahwa Eddy Hiariej memiliki hubungan dengan dua orang tersebut.
"Sehingga terkonfirmasi bahwa dana yang masuk ke rekening yang bernama YAR dan YAM adalah terkonfirmasi sebagai orang yang disuruh atau terafiliasi dengan dirinya," ungkapnya.
Kemudian, peristiwa kedua, yakni adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosie.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Lalu, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus pada 13 September 2022.
Alhasil, sambung Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeng mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM, tetapi HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya'," kata Sugeng.
Lalu, terkait pemberian uang dengan total Rp7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikembalikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Akibat pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artinya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng.
(Tribunnews.com/Deni/Ilham Rian Pratama/Wahyu Aji)