Eddy Hiariej Diminta Mundur dari Jabatan Wamenkumham usai Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi
Wakil Menteri Hukum dan Keamanan (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej diminta mundur dari jabatannya usai terjerat kasus di KPK.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Hukum dan Keamanan (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiarej diminta mundur dari jabatannya.
Hal itu buntut Eddy Hiarej yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eddy diminta agar fokus terhadap proses hukum yang menjeratnya.
"Harapannya adalah Pak Wamenkumham mengundurkan dari jabatannya sebagai Wamenkumham."
"Supaya lebih fokus mengikuti persoalannya sendiri," kata Kuasa hukum pelapor yakni Sugeng Teguh Santoso, Deolipa Yumara di Kawasan Tebet, Jakarta, Senin (13/11/2023), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Deolipa, Eddy sudah sepatutnya mundur dari jabatannya.
Baca juga: Gandeng PPATK, KPK Kumpulkan Banyak Bukti dalam Kasus Wamenkumham Eddy Hiariej
Mengingat, Wamenkumham adalah jabatan yang berkaitan dengan etika dan moral.
Terlebih menurutnya, Eddy juga merupakan seorang ahli di bidang hukum pidana.
"Kan Pak profesor ini kan, ahli hukum pidana, karena sudah jadi tersangka dan karena jabatan sebagai Wamenkumham dan ini adalah jabatan yang memang penuh dengan etika dan moral," kata Deolipa.
Lebih lanjut, Deolipa meminta agar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk responsif terhadap kasus rekannya itu.
Menurutnya, jika Eddy enggan mundur dari jabatannya, maka Yasonna diminta untuk memberhentikannya.
"Kalau enggak bisa juga kami meminta kepada Pak Menteri Pak Yasonna Laoly supaya memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerapkan empat tersangka dalam kasus ini.
Empat tersangka itu terdiri tiga penerima dan satu pemberi suap.
Tiga orang yang diduga menerima suap ialah Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej dan dua asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM).
Sementara itu, orang yang diduga memberi suap atau gratifikasi ialah seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, surat penetapan tersangka Eddy Hiariej dan tiga orang lainnya itu sudah diteken dua minggu yang lalu.
"Itu (surat penetapan tersangka) sudah kami tandatangan sekitar dua Minggu yang lalu," katanya, Kamis (9/11/2023).
Duduk Perkara
Kasus yang menjerat Eddy dkk ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Eddy diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Saat itu, Helmut tengah bersengketa dengan Zainal Abidinsyah terkait kepemilikan saham perusahaan tambang nikel, PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Ia menjelaskan, ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH."
"Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Baca juga: Perkara Dugaan Gratifikasi Wamenkumham Edward Omar Sharif Naik Tahap Penyidikan
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikemablikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Yohanes Liestyo Poerwoto) (Kompas.com/Rahel Narda)