Refly Harun Dorong Penghapusan Aturan Presidential Threshold 20 Persen: Sumber Money Politic
Menurutnya hal itulah sumber uang bermain. Tapi memang sengaja dipertahankan oleh partai politik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dorong aturan Presidential Threshold 20 Persen untuk dihapus karena menjadi sumber politik uang.
Adapun hal itu disampaikannya saat berdiskusi bertajuk menyelamatkan demokrasi dari cengkraman oligarki dan dinasti politik, Hotel Borobudur, Jakarta (14/11/2023).
"Hapuskan yang namanya Presidential Threshold 20 Persen dan pemilihan kepala daerah. Karena itulah sumber dari demokrasi kriminal kita," kata Refly Harun dalam paparannya.
Menurutnya hal itulah sumber uang bermain. Tapi memang sengaja dipertahankan oleh partai politik.
"Partai politik pragmatis begitu mereka menjadi partai yang kuat dipertahankan presidential threshold," jelasnya.
Ia lalu menceritakan bahwa Presidential Threshold pada Pilpres 2004 waktu pertama kali itu sudah masuk dalam Undang-Undang Pilpres. Tetapi waktu itu masih menggunakan pasal peralihan. Kalau pasal utamanya 15 persen kursi dan 20% suara.
"Tapi pasal peralihannya 3% kursi dan 5% suara. Gara-gara pasar peralihan itulah kemudian ada lima calon. Maka saya bisa katakan bahwa Pilpres yang paling demokratis adalah Pilpres 2004 setelah itu turun terus kualitasnya demokrasinya," tegasnya.
Diketahui sebelumnya MK telah menolak gugatan pengujian Pasal 222 Undang-Undang 7/2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu) yang diajukan Partai Buruh.
Aturan tersebut mengatur terkait aturan presidential threshold (PT) 20 persen atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman, dalam sidang pembacaan putusan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2023).
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Sehingga, pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut oleh Mahkamah.
"Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para Pemohon tidak memilki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, a quo maka Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan," ucap Hakim Konstitusi dalam pertimbangan hukum.