Gelar Dialog Interaktif, Petani dan Pekerja Tembakau Soroti Aturan Zat Adiktif di RPP Kesehatan
GPN & Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyelenggarakan sebuah kegiatan Dialog Interaktif “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
![Gelar Dialog Interaktif, Petani dan Pekerja Tembakau Soroti Aturan Zat Adiktif di RPP Kesehatan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/panen-tembakau-probolinggo.jpg)
Menurutnya, jika RPP ini disahkan dampaknya akan dirasakan lebih dari 6 juta orang yang bekerja di sektor pertembakauan.
“Banyak sekali pihak yang terkait masalah tembakau ini. Ada 2 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 6 ribu karyawan industri tembakau, 2 juta pelaku ritel dan distribusi,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnubroto menyebut saat ini para petani tembakau tengah dihantui aturan yang tengah digodok yaitu RPP Kesehatan pasal tembakau.
Dalam aturan tersebut, nantinya satu bungkus rokok minimal berisi 20 batang.
“Oleh Pemerintah, rokok dianggap masih terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura yang harganya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp140 ribu. Dengan aturan baru nanti, harga rokok menjadi sekitar Rp45 ribu. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” tutur Wisnu.
Pendapat senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua.
Menurutnya, RPP Kesehatan yang menyangkut zat adiktif akan membuat harga rokok semakin tinggi. Hal ini, tentu berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja akan terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” pungkasnya.
Baca juga: Akademisi Bandingkan Tembakau Alternatif & Terapi Pengganti Nikotin untuk Tekan Prevalensi Merokok
Sementara itu, KH. Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah keresahannya terhadap RPP tersebut.
"Keresahan bersama terkait RPP Kesehatan. Menempatkan perokok seolah olah manusia hina. Kebanyakan yang punya penyakit berat justru adalah bukan perokok. Jadi sangat naif sekali kalau rokok dijadikan alasan menjadi penyebab penyakit atau kematian," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.