Respons Ganjar dan Mahfud MD soal Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan Sebagai Tersangka
Mahfud yang juga menjabat sebagai Menko Polhukam tersebut mengatakan agar proses hukum dijalankan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden Ganjar Pranowo dan Calon Wakil Presiden Mahfud MD menanggapi terkait penetapan tersangka Ketua KPK Firli Bahuri oleh pihak kepolisian.
Ganjar mengatakan menyerahkan urusan hukum kasus tersebut pada penegak hukum.
Namun demikian, menurutnya peristiwa tersebut merupakan peringatan bahwa kekuasaan cenderung untuk koruptif.
Baca juga: Pihak Istana Masih Tunggu Surat dari Polri soal Penetapan Firli Bahuri Sebagai Tersangka
Hal tersebut disampaikannya usai Dialog Publik Muhammadiyah bersama Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu Tangerang Selatan pada Kamis (23/11/2023).
"Kalau urusan hukumnya kita serahkan pada penegak hukum. Tapi ini alert buat kita semuanya bahwa kekuasaan itu punya kecenderungan korupsi. Maka power tend to corrupt itu ada. Maka kalau yang kami sampaikan tadi, ini harus disikat habis," kata Ganjar.
"Karena kalau kemudian kita penanganannya biasa-biasa saja, maka kita akan berkhianat pada apa yang disampaikan pada 1998, waktu reformasi dulu," sambung dia.
Baca juga: Wajah KPK Tercoreng Ulah Firli Bahuri, Padahal Dulu Didirikan Megawati dengan Semangat Anti Korupsi
Sementara itu, di lokasi yang sama Mahfud merespons singkat pertanyaan wartawan terkait hal tersebut.
Mahfud yang juga menjabat sebagai Menko Polhukam tersebut mengatakan agar proses hukum dijalankan.
"Ya sudah proses hukum biar dijalani," kata Mahfud.
Respons Dewas
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengatakan Firli harus diberhentikan sementara dari jabatan Ketua KPK setelah berstatus tersangka apabila mengacu pada Undang-Undang (UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Kalau mengacu ke undang-undang memang demikian," sebut Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan pada Kamis (23/11/2023).
Tercatat, Pasal 32 UU KPK mengatur soal pemberhentian komisioner KPK.
Dalam Pasal 32 ayat (1) berbunyi Komisioner KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri, atau dikenai sanksi berdasarkan UU KPK.