Tersangka Firli Bahuri Tak Juga Ditahan Meski Terancam Penjara Seumur Hidup, Polisi Alasan Ini
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak selaku pimpinan penyidik yang menangani kasus Firli Bahuri tak menjelas
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, tak kunjung ditahan pihak Polda Metro Jaya meski ancaman pidana atas sangkaan dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), untuknya adalah pejara seumur hidup.
Lalu, apa alasan pihak Polda belum melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri?
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak selaku pimpinan penyidik yang menangani kasus Firli Bahuri tak menjelaskan secara gamblang perihal alasan belum ditahannya Firli.
"Upaya-upaya yang dilakukan oleh tim penyidik, yang dilakukan oleh tim penyidik di tahap penyidikan itu semua terkait kepentingan atau kebutuhan penyidikan dalam penanganan perkara aquo yang saat ini sedang dilakukan penyidikan," kata Ade dalam keterangannya, Sabtu (25/11/2023).
Ade menegaskan, penahanan terhadap Firli Bahuri akan dilakukan jika penyidik memerlukan tindakan tersebut.
"Jadi, untuk kepentingan dan kebutuhan penyidikan. Apabila penyidik memandang, mempertimbangkan perlunya tindakan-tindakan lain, penyidik akan melakukan tindakan yang dimaksud," ungkapnya.
Diketahui, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dua syarat penahanan terhadap tersangka.
Pertama alasan subjektif penyidik berupa kekhawatiran tersangka melarikan diri, kekhawatiran tersangka merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau adanya kekhawatiran tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Kedua alasan objektif yakni untuk kepentingan menurut hukum berupa tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan tindak pidana tersebut terancam pidana lima tahun penjara atau lebih.
Polisi Cekal Firli Bahuri
Sejauh ini, upaya yang dilakukan Polda Metro Jaya adalah mencekal Firli Bahuri setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Baca juga: Polisi Sebut Penyerahan Uang di Kasus Pemerasan ke SYL Terjadi Beberapa Kali
Hal ini berdasarkan surat yang dikirimkan penyidik bersurat ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI pada Jumat (24/11/2023).
"Pada hari ini, hari Jumat, pagi tadi, penyidik kembali telah membuat surat, mengirimkannya dan telah diterima pada pagi hari ini, di mana surat Tersebut ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan.
Ade mengatakan dalam surat tersebut berisikan pencegahan Firli Bahuri ke luar negeri.
"Terkait dengan permohonan pencegahan ke luar negeri atas nama tersangka FB selaku Ketua KPK RI untuk 20 hari ke depan, untuk kepentingan penyidikan yang saat ini sedang dilakukan penyidikannya oleh penyidik," ucapnya.
Di sisi lain, pihak kepolisian juga akan memeriksa Firli Bahuri, empat pimpinan KPK, hingga para saksi terdahulu termasuk SYL untuk melengkapi proses penyidikan.
Firli Bahuri Tersangka
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.
Baca juga: Kasus Suap Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, KPK Maraton Penggeledahan Selama 2 Hari
Penydidik Polda Metro Jaya telah memiliki lebih dua alat bukti bahwa Firli Bahuri melakukan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo terkait penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.