Pro Palestina dan Israel Bentrok di Bitung, Menag Yaqut: Hentikan Konflik Bersifat SARA
Oleh sebab itu, Yaqut meminta semua pihak untuk menjadikan agama justru menjadi sumber perdamaian, Bukan malah sebaliknya, yang justru menimbulkan
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menanggapi ketegangan dua kelompok pro Israel dan pro Palestina di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Akibat bentrokan ini, satu orang meninggal dunia karena alami kekerasan.
Yaqut meminta semua pihak berhenti berkonflik yang bersifat SARA. Sebab, agama sejatinya merupakan untuk kemanusiaan dan kebaikan.
"Jadi saya kira sudah lah, hentikan konflik-konflik yang bersifat SARA seperti itu. Nggak ada gunanya juga. Agama itu untuk kemanusiaan, untuk kebaikan, bukan untuk perpecahan atau pertentangan," kata Yaqut di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/11/2023) sore.
Oleh sebab itu, Yaqut meminta semua pihak untuk menjadikan agama justru menjadi sumber perdamaian, Bukan malah sebaliknya, yang justru menimbulkan korban jiwa.
"Jadi, kami berharap supaya agama ini jangan dijadikan sebagai sumber perpecahan. Agama itu seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk melakukan perdamaian. Untuk praktik kan kasih sayang antar sesama manusia," pungkasnya.
Sebagai informasi, Polda Sulawesi Utara (Sulut) menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ketegangan dua kelompok pro Israel dan pro Palestina di Kota Bitung.
Dalam kasus ini, ketujuh tersangka langsung dilakukan proses penahanan. Namun, mereka ditetapkan pasal yang berbeda-beda dalam kasus ini.
Di antaranya, para tersangka ada yang ditetapkan dalam pasal penganiayaan maupun pasal pembunuhan. Adapun satu tersangka di antaranya merupakan anak di bawah umur.
Baca juga: Tangkap Biang Kerusuhan di Bitung, Kapolri: Jangan Membuat Pecah Belah Kerukunan
Selain itu, satu korban tengah dirawat di rumah sakit karena kena senjata tajam (sajam) panah wayer dan satunya lagi korban penganiayaan.
Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar pasal 338 KUHP. Ancaman hukuman dalam kasus tersebut mencapai 15 tahun penjara.