Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sederet Respons Pengakuan Mantan Ketua KPK Agus Soal Jokowi Marah Minta Setop Kasus Setya Novanto

Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo menuturkan dirinya pernah diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penanganan dugaan kasus Setno

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Sederet Respons Pengakuan Mantan Ketua KPK Agus Soal Jokowi Marah Minta Setop Kasus Setya Novanto
Kolase Tribunnews.com/Sekretariat kabinet
Presiden Joko Widodo bersama mantan Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo menuturkan dirinya pernah diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penanganan dugaan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto.

Hal itu diungkapkan Agus dalam wawancara bersama Rosiana Silalahi di Kompas TV.

Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi

Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.

BERITA TERKAIT

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. 

Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Kolase Tribunnews.com)

Pimpinan KPK, kata Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas