Meski Bernuansa Politis, Aktivis Antikorupsi Yakini Pengakuan Agus Rahardjo Sesuai Fakta
Ada pun Agus mengaku bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memintanya menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna, menyoroti pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.
Ada pun Agus mengaku bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memintanya menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.
Hanif menilai pengakuan Agus itu sesuai fakta meski bernuansa politis.
"Meskipun banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo ini bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, namun DPP NCW menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu," kata Hanif kepada wartawan, Senin (4/12/2023).
Hanif menilai, kondisi itu dikarenakan pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 silam.
Menurut Hanif, demokrasi kini kian terancam dengan maraknya perilaku koruptif.
"Indonesia dalam kondisi darurat korupsi saat ini, kekuasaan yang berlebihan telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum," ujarnya.
"Satu kata dari kami, awan atau ikut mati bersama demokrasi yang sudah duluan sekarat," tandasnya.
Pengakuan Agus Rahardjo
Untuk informasi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Saat itu, Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol yang mendukung Jokowi di Pemilu.
Agus sempat menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas sebelum mengungkapkan pernyataannya.
“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.
Agus mengaku dia sempat merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.