Balasan Menohok Jokowi ke Agus Rahardjo soal Intervensi Kasus Setya Novanto, Untuk Kepentingan Apa?
Jokowi membantah memerintahkan Agus Rahardjo untuk menghentikan kasus yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto itu.
Editor: Muhammad Zulfikar
Alasan Sudirman Said yang kini sebagai Co-Captain Timnas AMIN dimarahi Jokowi, katanya menyeret Setya Novanto (Setnov) yang saat itu menjabar Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait meminta saham PT Freeport Indonesia.
Kasus tersebut dikenal dengan 'papa minta saham'.
"Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu Presiden sempat marah, saya ditegor keras dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," ujar Sudirman kepada wartawan, Minggu (3/12/2023).
Kasus itu adalah skandal politik yang menyeret nama Setnov setelah diduga mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.
Sudirman lantas membuka rekaman pembicaraan Setnov dengan pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam sidang laporannya di MKD DPR.
Pada rekaman itu, Setnov turut menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) sebanyak 66 kali.
Luhut membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.
Dua pekan setelah laporan Sudirman atau tepatnya 16 November 2015, Setnov menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Kemudian, Setnov pun menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.
Baca juga: Profil Fredrich Yunadi, Disebut Mahfud MD saat Gertak Anggota DPR, Eks Pengacara Setya Novanto
Aktivis Antikorupsi Yakini Pengakuan Agus Rahardjo Sesuai Fakta
Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna, menyoroti pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.
Ada pun Agus mengaku bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memintanya menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.
Hanif menilai pengakuan Agus itu sesuai fakta meski bernuansa politis.
"Meskipun banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo ini bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, namun DPP NCW menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu," kata Hanif kepada wartawan, Senin (4/12/2023).
Hanif menilai, kondisi itu dikarenakan pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 silam.
Menurut Hanif, demokrasi kini kian terancam dengan maraknya perilaku koruptif.
"Indonesia dalam kondisi darurat korupsi saat ini, kekuasaan yang berlebihan telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum," ujarnya.
"Satu kata dari kami, awan atau ikut mati bersama demokrasi yang sudah duluan sekarat," tandasnya.