Cak Imin Sebut RUU DKJ soal Gubernur Ditunjuk Presiden Berpotensi Bahayakan Demokrasi
Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ) berpotensi membahayakan demokrasi Indonesia.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Calon wakil presiden RI (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ) berpotensi membahayakan demokrasi Indonesia.
Dalam RUU itu, ada beberapa pasal yang mengubah sistem pemerintahan di Jakarta.
Contohnya, gubernur dan wakil gubernur yang dipilih hingga diberhentikan oleh Presiden tanpa dilakukan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Ya itu bahaya, bahaya dalam posisi yang menuju persiapan demokrasi yang lebih baik," kata Cak Imin di Bireuen Aceh, Rabu (6/12/2023).
Akan hal tersebut, Cak Imin menyatakan, pihakanya dalam hal ini Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak secara total.
Ia menilai, peraturan tersebut juga dibahas seakan terlalu dipaksakan.
Baca juga: Kata Istana soal Draf RUU DKJ, Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
"Kami menolak total, kami dan insya Allah mayoritas fraksi akan menolak. Karena itu terlalu dipaksakan waktu (pengesahannya)," ujarnya.
Cak Imin pun menekankan, pihaknya bakal konsisten menolak usulan tersebut.
"Kita harus butuh untuk persiapan yang baik sehingga tidak seperti itu," tutur Cak Imin.
Sebelumnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Sebanyak 8 fraksi setuju RUU itu untuk menjadi usul inisiatif DPR.
Sementara itu, hanya fraksi PKS yang menolak draf RUU DKJ itu disahkan menjadi beleid inisiatif DPR.
Penolakan tersebut, dilakukan perwakilan Fraksi PKS, Hermanto.
Baca juga: Draf RUU DKJ: Gubernur Ditunjuk Presiden, Walkot/Bupati Dipilih Gubernur Tanpa Pertimbangan DPRD
Dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ gubernur dan wakil gubernur yang dipilih hingga diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Pilkada.
"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian tertulis dalam pasal tersebut.
Selain itu, RUU DKJ turut mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
Kemudian, gubernur dan wakil gubernur dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Namun, ketentuan mengenai penunjukan hingga pemberhentian gubernur dan wakil gubernur itu diatur lewat aturan pelaksanaan, Peraturan Pemerintah (PP).
Perubahan juga terjadi terkait jabatan wali kota dan bupati di mana berdasarkan Pasal 13 ayat RUU DKJ, gubernur memiliki kewenangan penuh dalam mengangkat hingga memberhentikan wali kota dan bupati.
Keputusan itu, pun tidak memerlukan pertimbangan dari DPRD.
"Walikota/Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh gubernur," demikian bunyi Pasal 13 ayat (3).
Padahal menurut Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahunn 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, tertulis bahwa wali kota/bupati diangkat oleh gubernur dengan pertimbangan DPRD provinsi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.