Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK Teken MoU Pelindungan Darurat untuk Pembela HAM

Kehadiran mekanisme respons cepat tersebut diharapkan dapat memotong rantai koordinasi berjenjang dan menetapkan pembagian peran serta protokol

Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK Teken MoU Pelindungan Darurat untuk Pembela HAM
Istimewa
Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Mekanisme Respons Cepat Lembaga HAM Nasional untuk Pelindungan dan Pemenuhan Hak-hak Pembela HAM pada Konferensi Nasional Pembela HAM pertama yang digelar di Bogor pada Kamis (7/12/2023). 

Sejak itu, lanjut dia, era demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia mulai bertumbuh. 

Partisipasi masyarakat baik secara individu, kelompok, dan organisasi dalam melakukan upaya pemajuan dan penegakan HAM, kata dia, terus meningkat di berbagai ranah, baik hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pembangunan serta lingkungan hidup.

Partisipasi tersebut, lanjut dia, diwujudkan dalam bentuk kegiatan pembelaan HAM. 

Individu, kelompok, atau organisasi lintas gender dan keragaman seksual yang secara konsisten dan berkelanjutan melakukan kerja-kerja pemajuan dan penegakan HAM disebut sebagai Pembela HAM. 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), khususnya Pasal 28C Ayat (2), kata dia, menegaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi Peringatan Hari HAM dan Hari Anti Korupsi di kawasan Patung Kuda Monas, Kamis (7/12/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi Peringatan Hari HAM dan Hari Anti Korupsi di kawasan Patung Kuda Monas, Kamis (7/12/2023). (Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami)

Di tingkat internasional, kata Hari, jaminan hak Pembela HAM telah dinyatakan dalam Deklarasi tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok, dan Organ Masyarakat untuk Memajukan dan Melindungi Hak Asasi Manusia Universal dan Kebebasan Dasar, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi PBB tentang Pembela HAM. 

Namun, lanjut Hari, Pembela Hak Asasi Manusia (PHAM), termasuk Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Indonesia justru sering berada dalam kondisi memprihatinkan. 

Berita Rekomendasi

Dari tahun ke tahun, kata dia, Pembela HAM menghadapi dinamika dan tantangan yang semakin beragam. 

Mereka, kata dia, kerap menghadapi risiko dan tantangan yang serius bahkan mengarah pada tubuh, identitas gender atau seksualnya.

"Seperti mengalami dan menghadapi ancaman, intimidasi, kekerasan, kriminalisasi, dan hambatan hukum dari berbagai pihak, termasuk pihak berwenang, kelompok ekstrem, atau pihak yang berkepentingan," kata dia.

"Hal ini juga terjadi terhadap Pembela HAM yang bergerak di sektor lingkungan, sumber daya alam, isu kelompok rentan, termasuk anak, perempuan, pekerja migran, kelompok minoritas agama, keragaman seksual, masyarakat adat, serta disabilitas," sambung Hari.

Baca juga: Presiden Telah Teken Keppres Pemberhentian Wamenkumham Eddy Hiariej 

Komnas HAM dalam rentang waktu 2020 hingga Agustus 2023, kata dia, menerima dan memproses aduan terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap para HRD sebanyak 39 aduan. 

Klasifikasi pelanggaran hak yang diadukan, lanjut dia, adalah Hak untuk Hidup, Hak Memperoleh Keadilan, Hak atas Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, serta Hak atas Kesejahteraan. 

Komnas Perempuan, kata Hari, juga mencatat bahwa dalam rentang 2013 sampai 2023 terdapat 101 kasus kekerasan terhadap Perempuan Pembela HAM yang diadukan secara langsung. 

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas