Alasan Pengungsi Rohingya ke Aceh: Tiket Lebih Murah Dibanding Malaysia, Diminta Bayar Rp14 Juta
Untuk menuju ke Indonesia, khususnya Aceh, mereka membayar ke agen senilai Rp14 juta untuk dewasa dan Rp7 juta untuk anak-anak.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, - Ribuan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh dari Bangladesh, bukan unsur tidak sengaja tetapi sudah direncanakan oleh mereka.
Hal itu terungkap dari pernyataan pengungsi Rohingya yang saat ini berada di penampungan sementara di Desa Kulee, Kabupaten Pidie, bersama 232 pengungsi Rohingya lainnya.
Untuk menuju ke Indonesia, khususnya Aceh, mereka membayar ke agen senilai Rp14 juta untuk dewasa dan Rp7 juta untuk anak-anak.
Seorang pemuda Rohingya, Abdu Rahman (23) yang ikut dalam rombongan dan berhasil mendarat di Aceh pada November 2023 meceritakan, perjalanan panjang dari kamp pengungsi di Bangladesh hingga akhrinya mendarat di Aceh.
Baca juga: Pemko Sabang Aceh Sebut Tidak Keluarkan Anggaran untuk Pengungsi Rohingya, Siapa yang Membiayai?
“Perjalanan itu benar-benar menakutkan, perjalanan laut selama 17 hari yang mengerikan. Kami harus menunggu hujan agar bisa minum,” kata Abdu dikutip dari Serambinews.com, Jumat (8/12/2023).
Menurutnya, perjalanan ke Indonesia tidak gratis, tetapi harus membayar dan biayanya lebih murah dibanding ke Malaysia.
Sementara itu, Khairul Amin yang juga merupakan seorang pengungsi Rohingya lainnya yang mendarat di Pidie, mengatakan, alasan meninggalkan kamp Bangladesh untuk menemukan kedamaian dan kehidupan yang lebih baik.
Pria berusia 38 tahun itu, istri dan ketiga anaknya berada di kapal yang sama dengan Abdu.
“Kami merasa seperti akan mati. “Saya berharap akan ada kedamaian bagi kita di sini di Indonesia. Saya ingin anak-anak saya memiliki masa depan yang lebih baik dan mendapatkan Pendidikan,” ungkapnya.
Khairul mengaku biaya yang dikeluarkan untuk ke Indonesia yakni 300.000 taka (Rp 42 juta) untuk perjalanan keluarganya.
Polisi Buru Penyelundup
Polres Pidie telah menetapkan seorang warga negara (WN) Bangladesh Husson Mukhtar (70), sebagai tersangka dalam penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh.
Kapolres Pidie AKBP, Imam Asfali SIK mengatakan, Husson Mukhtar merupakan kapten dari kapal yang membawa 147 rohingya ditangkap mendarat di pesisir pantai Muara Tiga pada 14 November 2023.
Kini Husson Mukhtar ditahan di Mapolres Pidie, sementara ada ada tiga orang lainnya masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni Nababai, Saber dan Zahrangi.
Mereka masih dalam pengejaran polisi setelah melompat dari kapal dan melarikan diri ke hutan.
Untuk itu pihak Polres Pidie menggandeng Imigrasi untuk penanganan tindakan pidana penyelundupan manusia yang dikhawatir ini.
Informasi diperoleh, pelaku inisial HM diduga mempasilitasi kapal kayu untuk mengangkut, membawa rombongan etnis rohingya dari perairan Bangladesh Myanmar masuk ke perairan wilayah Negera Indonesia.
Mereka berjumlah 194 orang berangkat tanpa dilengkapi ijin dan dokumen yang sah.
Selanjutnya, tujuan melakukan Penyelundupan Etnis Rohingya sebanyak 194 orang dalam satu kapal kayu, secara bersama-sama dengan Agen Zahangir dan Saber Kapten kapal membawa rombongan etnis rohingya 147 orang yang terdampar.
Sementara itu, pada rohingya itu para tersangka mendapat keuntungan setiap penumpang kapal yang anak dibebankan membayar sebesar 50.000 Taka atau Rp 7.000.000.
Sedangkan dewasa sebesar 100.000 Taka atau R. 14.000.000.
Sehingga apabila ditotalkan agen mendapatkan hasil kejahatan tersebut Rp 3,3 miliar.
Maka itu, tersangka diancam dengan pidana Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) undang-undang republik indonesia nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) Ke I KUHPidana.
Dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.500.000.000.00 .
Hingga kini tercatat, selama November 2023 sudah tiga kali pendaratan rohingya ke Pidie dengan total 573 pengungsi dibawa.
Kendati demikian, gelombang perjalanan pengungsi Rohingya dari kamp pengungsi di Bangladesh baru saja dimulai, karena musim perjalanan perahu pengungsi pada tahun 2023 baru saja dimulai.
Pengawasan Laut Indonesia Lemah
Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali mengatakan, masuknya pengungsi Rohingya merupakan bentuk kelemahan pemerintah dalam mengawasi mereka dan menjaga laut.
“Ketidakjelasan dan kelemahan-kelemahan pemerintah dalam penanganan saudara-saudara kita dari Rohingya itu, jadi akhirnya yang diprovokasi masyarakat Aceh agar menolak,” ujarnya
“Sehingga yang jelek itu mayarakat Aceh bukan kebijakan pemerintahnya. Seakan-akan masyarakat Aceh itu tidak lagi berperikemanusiaan,” ucap Abu Sibreh.
Ketua MPU Aceh ini menegaskan, apabila pemerintah tidak sanggup dalam mengurus pengungsi Rohingya, maka segera lakukan komunikasi dengan UNHCR.
“Pemerintah kalau tidak memiliki kesiapan buat pernyataan bagaimana penanganan mereka, kalau itu berhak di UNHCR maka dorong UNHCR,” ucapnya.
Ia berharap pemerintah memiliki kebijakan yang tegas, seperti mengembalikan pengungsi Rohingya itu ke negara asalnya.
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Sedang Cari Penampungan Baru Bagi Pengungsi Rohingya yang Berlabuh di Aceh
Lebih lanjut, Abu Sibreh mengungkapakan kebingungannya dengan penjagaan di laut, sehingga kapal-kapal yang membawa ratusan pengungsi Rohingya ini bisa masuk ke perairan Indonesia dan mendarat di Aceh.
“Ini menjadi aneh, kenapa mereka bisa mendarat di Aceh. Sedangkan pengawasan di laut itu bagaimana?,” ungkapnya.
Menurut Abu Sibreh, pemerintah bisa mengambil langkah dengan melakukan penghaluan kapal-kapal pengungsi Rohingya ini untuk masuk ke perairan Indonesia.
“Kalau pemerintah mau menolak kapal pengungsi Rohingya ini harus dilakukan di tengah laut dan kembalikan mereka ke kampungnya, selesai masalah,” tegas Ketua MPU.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.