KPK Tahan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto atas Kasus Gratifikasi Rp18 Miliar
Kasus yang menyeret pejabat pajak Yogyakarta Eko Darmanto ini bermula dari temuan janggal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan status tersangka eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta, Eko Darmanto (ED), pada Jumat, 8 Desember petang.
Kasus yang menyeret pejabat pajak Yogyakarta Eko Darmanto ini bermula dari temuan janggal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
KPK melalui Direktorat LHKPN menemukan ketidaksesuaian pencantuman informasi berbagai kepemilikan aset bernilai ekonomis yang diduga tidak sesuai dengan profil Eko Darmanto.
Eko Darmanto lantas ditetapkan sebagai tersangka terduga penerima gratifikasi senilai total Rp18 miliar.
Penerimaan gratifikasi belasan miliar rupiah itu diraup Eko Darmanto selama 16 tahun, sejak 2007 hingga 2023.
Atas perbuatannya, KPK menahan Eko Darmanto selama 20 hari pertama.
"Tim penyidik menahan tersangka ED untuk 20 hari pertama dimulai 8 Desember 2023 sampai dengan 27 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023).
Konstruksi Perkara
Dijelaskan, Eko Darmanto dalam jabatan dan kapasitasnya selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dimulai dari tahun 2007.
Kurun waktu 2007 sampai dengan 2023, Eko sempat menduduki beberapa jabatan strategis, di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya) dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.
Baca juga: Tak Hanya Pemerasan SYL, Ini Tiga Kasus yang Buat Firli Bahuri Layak Diseret ke Sidang Etik
Dengan jabatannya tersebut, KPK menyebut Eko kemudian memanfaatkan dan memaksimalkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor maupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai.
Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh Eko melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan Eko.
"Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023," terang Asep.
Asep mengungkapkan bahwa untuk perusahaan yang terafiliasi dengan Eko di antaranya bergerak di bidang jual beli
motor gede Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
"Menjadi bukti permulaan awal gratifikasi yang diterima ED sejumlah sekitar Rp18 miliar dan KPK terbuka untuk terus menelusuri dan mendalami aliran uangnya termasuk pula adanya perbuatan pidana lain," tandas Asep.
Baca juga: Rafael Alun Menangis Ingat Restorannya Tutup Hingga Sang Anak Jualan Ayam Goreng di Pinggir Jalan
Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, Eko tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.
Karena perbuatannya, Eko Darmanto disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.