Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDIP Tolak Gubernur Jakarta Dipilih Presiden: Gagasan Mundur ke Belakang 

Said menilai, penunjukan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta oleh presiden adalah gagasan mundur ke belakang.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in PDIP Tolak Gubernur Jakarta Dipilih Presiden: Gagasan Mundur ke Belakang 
Rizki Sandi Saputra
Ketua DPP PDIP Said Abdullah saat ditemui awak media di Kawasan Jakarta Selatan usai acara MKD Awards, Rabu (27/9/2023). Said Abdullah menolak jika gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah menolak jika gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden.

Hal ini sebagaimana termuat dalam Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

Said menilai, penunjukan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta oleh presiden adalah gagasan mundur ke belakang.

Baca juga: Awalnya Kompak RUU DKJ di DPR, Kini Parpol Ramai-ramai Tolak Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

"Gagasan seperti ini mundur ke belakang," kata Said kepada wartawan, Kamis (7/12/2023).

Dia mengatakan, selama ini proses demokrasi di DKI Jakarta adalah barometer politik nasional, simbol demokrasi. 

"Bahkan pemilihan gubernur (Pilgub) Jakarta menjadi barometer demokrasi nasional karena tumbuhnya partisipasi kritis warga Jakarta," ujar Said.

Baca juga: Surya Paloh: RUU DKJ Cederai Semangat Demokrasi dan Otonomi Daerah

Berita Rekomendasi

Said menyebut, berkat proses demokrasi di DKI Jakarta, maka lahirlah pemimpin seperti  Ali Sadikin, Joko Widodo (Jokowi) hingga Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Praktik yang tumbuh baik ini hendaknya tidak ditarik lagi seperti zaman kegelapan, zaman otoritarian seperti masa orde baru," ucapnya.

Dia menjelaskan, kekhususan Jakarta tidak boleh menjadi gubernur dan wakil gubernur dipilih presiden selaku kepala pemerintahan karena tidak ada hubungannya. 

Menurut Said, kekhususan Jakarta harus diterjemahkan sebagai bagian dari daerah yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa dan negara.

"Sekaligus daerah yang menjadi pusat kegiatan bisnis dan keuangan berskala nasional dan internasional," jelasnya.

Dia menegaskan, meskipun dalam RUU DKJ telah detail mengatur kewenangan kekhususan Jakarta, namun ada hal yang luput dimasukkan, seperti kewenangan tata kelola pemajuan sejarah bangsa di Jakarta.

Baca juga: Kubu AMIN Kompak Tolak Aturan RUU DKJ Tentang Pemilihan Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Said berpendapat, selain bertolak belakang dengan prinsip prinsip demokrasi, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden mencabut hak politik warga Jakarta. 

"Apalagi sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan di daerah khusus, Gubernur Jakarta akan memiliki kewenangan yang lebih daripada daerah otonom lainnya. Kewenangan yang besar seharusnya patuh pada asas demokrasi," ungkapnya.

Adapun RUU DKJ telah disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna ke-10 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/12/2023).

RUU ini dirancang karena ibu kota negara akan berpindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimatan.

RUU ini mendapat penolakan dari berbagai pihak karena dalam Pasal 10 ayat 2 tentang Gubernur dan Wakil Gubernur berbunyi "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memerhatikan usul atau pendapat DPRD".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas