Peran Komnas HAM: Diplomasi Jadi Pilihan Intervensi Kebijakan Ketimbang Aksi 'Pemadam Kebakaran'
Menyambut peringatan Hari HAM Sedunia 2023 setiap tanggal 10 Desember, pegawai Komnas HAM Eva Nila Sari menyampaikan beberapa catatan.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyambut peringatan Hari HAM Sedunia 2023 setiap tanggal 10 Desember, pegawai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Eva Nila Sari menyampaikan beberapa catatan.
Menurutnya, Komnas HAM, sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 1 Ayat 7, Pasal 75 huruf (a) dan huruf (b), Pasal 76 Ayat (1) dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 18, didirikan agar terdapat lembaga yang secara independen (mandiri) mendorong pemajuan dan penegakan hak asasi manusia sehingga seluruh manusia Indonesia dapat mengakses, menikmati dan terlindungi hak asasi manusianya.
"Hal ini dilakukan oleh Komnas HAM melalui fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang hak asasi manusia serta peran penyelidikan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang berat," kata Eva dalam keterangan yang diterima, Senin (11/12/2023).
Eva menjelaskan, pada saat yang bersamaan, Komnas HAM selaku lembaga mandiri seharusnya berelasi/ bersinergi dengan pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkumham RI) dalam hubungan yang sinergis.
Kemenkumham RI menghasilkan kebijakan yang memastikan pemenuhan HAM dan melaksanakannya, sementara Komnas HAM memastikan Pemerintah melakukan perannya dengan baik, melalui fungsi-fungsi yang melekat padanya.
Hanya saja, patut menjadi refleksi, apakah langkah Komnas HAM untuk memastikan dapat dinilai cukup?
Apakah dengan memberikan rekomendasi dan laporan pelaksanaan fungsi, sudah dapat memastikan pemerintah melakukan tugasnya?
Apabila demikian, seharusnya kasus-kasus pelanggaran HAM itu akan selesai dengan baik atau unsur negara tidak menjadi pihak yang paling banyak diadukan oleh masyarakat melakukan indikasi pelanggaran HAM.
"Perlu disampaikan bahwa lebih dari 10 tahun, Kepolisian dan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemeritah Daerah selalu menjadi pihak yang paling banyak diadukan masyarakat," ujarnya.
Bahkan berdasarkan data terkini (rekapitulasi pengaduan 2023), posisi ini tidak mengalami pergeseran sama sekali.
Kepolisian, Korporasi, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat adalah pihak yang paling banyak diadukan melakukan pelanggaran HAM oleh masyarakat.
Sebagai ilustrasi, pada 2022, Komnas HAM pada saat peluncuran Laporan Tahunannya mengkonfirmasi kondisi tersebut.
Baca juga: Peringati Hari HAM ke-75, Kemenkumham Buka Layanan Paspor di Lapangan Banteng
Sebanyak 2.891 kasus telah diadukan ke kantor Pusat dan 299 kasus disampaikan pada kantor-kantor Perwakilan di daerah yaitu Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua. Lalu sebanyak 844 kasus ditangani melalui mekanisme pemantauan, dan 277 kasus melalui jalur mediasi.
Tiga pihak yang paling banyak diadukan oleh masyarakat adalah Kepolisian Republik Indonesia sejumlah 861 kasus, Pemerintah Pusat 494 kasus, dan Korporasi sebanyak 373 kasus.