Polisi Belum Jadwalkan Periksa Kembali Firli Bahuri dan SYL dalam Kasus Pemerasan
Polri belum menjadwalkan memeriksa kembali Ketua KPK Non-aktif, Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri belum menjadwalkan memeriksa kembali Ketua KPK Non-aktif, Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan.
Selain Firli Bahuri, pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) juga belum diperlukan lagi.
"Untuk pemeriksaan SYL (dan Firli Bahuri) sementara cukup," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (13/12/2023).
Saat ini, kata Ade, pihaknya masih fokus merampungkan berkas perkara penyidikan kasus pemerasan tersebut untuk segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
"InsyaAllah segera dirampungkan pemberkasannya. Dalam minggu ini kita akan update" ujarnya.
Baca juga: Soal Sidang Praperadilan Firli Bahuri, Hakim PN Jaksel Diminta Beri Keputusan Adil
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.
Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
Baca juga: Polda Metro Sebut Ada Transaksi Rp 800 Juta yang Dilakukan Firli, SYL dan Irwan Anwar di Kertanegara
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.
Adapun sejumlah bukti berhasil disita oleh penyidik yang satu di antaranya adalah dokumen penukaran valas periode Februari 2021 hingga September 2023.