Kepala BKKBN: Jadikan Keluarga sebagai Arus Utama Pembangunan Manusia
Kesadaran dimulai dengan makanan bergizi sebagai langkah nyata dan konkret dalam menurunkan stunting khususnya di NTB.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa keluarga harus dijadikan arus utama pembangunan.
Hal ini sampaikan saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Koordinasi Stunting Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dilaksanakan secara hybrid di Hotel Golden Palace, Mataram Rabu.
“Arahan Bapak Presiden bagaimana keluarga itu menjadi bagian yang diarusutamakan di dalam pembangunan. Kalau kita sudah menganggap bahwa sumber daya manusia itu menjadi hal yang penting, maka ada sense of urgency," ungkapnya Rabu (13/12/2023).
Menurut Hasto, kesadaran dimulai dengan makanan bergizi sebagai langkah nyata dan konkrit dalam menurunkan stunting khususnya di NTB.
“Kesadaran untuk mengkonsumsi makanan yang bervariasi itu juga menjadi bagian dari urgency yang harus dikedepankan," tegasnya.
Di sisi lain, Hasto mengungkapkan strategi turunkan stunting butuh prioritas agar bisa fokus pada daerah-daerah yang stuntingnya masih tinggi.
Dan juga harus memegang teguh asas keadilan dan pemerataan.
“Jadi equal equity, itu menjadi konsep yang selalu kita pegang teguh tentunya, hingga itu bagian dari strategi," kata Hasto.
Selain itu, Hasto juga menambahkan ada faktor lain yang perlu dilihat.
Seperti _Total Fertility Rate_ (TFR) dan Age Specific Fertility Rate (ASFR) pada usia 15-19 tahun yang juga sangat berpengaruh terhadap penurunan angka stunting.
Diketahui Dompu, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Sumbawa memiliki ASFR yang masih cukup tinggi.
Strategi prioritas program di Dompu dengan pendewasaan usia pernikahan akan sangat signifikan untuk menurunkan stunting.
Kepala BKKBN Soroti Masalah Sanitasi dan Jamban
Lebih lanjut, Hasto menyoroti permasalahan sensitif setiap wilayah seperti sanitasi dan jambanisasi.
Khususnya di Lombok Timur dan Lombok Tengah itu bisa jadi semua NTB.
"Saya kira ini perlu perhatian, ini sumber air yang tidak layak dan seterusnya," tegas Hasto.
Menurut hasil data terkini pada 2023, masih di Lombok Utara, persentase air minum yang kurang layak. Persentasenya tidak besar hanya 6 persen. Sedangkan Lombok Barat hanya 4 persen.
"Begitu juga jamban, tentu ini di Lombok Barat masih cukup tinggi, 21,8 persen. Di Bima masih 18 persen. Ini mungkin juga menjadi tanda bahwa pembangunan jamban rumah tidak layak itu menjadi penting,” pungkasnya.