Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Legislator Komisi I DPR Dave Laksono Paparkan Pentingnya Pemahaman Batas Wilayah Udara NKRI

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan bahwa Indonesia saat ini masih menghadapai masalah di bidang kedirgantaraan

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Legislator Komisi I DPR Dave Laksono Paparkan Pentingnya Pemahaman Batas Wilayah Udara NKRI
dok. DPR RI
Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan bahwa Indonesia saat ini masih menghadapai masalah di bidang kedirgantaraan dan tata ruang udara nasional.

Hal itu disebabkan belum adanya sebuah kesadaran bersama sebagai bangsa terhadap pentingnya wilayah atau ruang udara nasional sebagai bagian yang utuh dari kedaulatan sebuah negara. 

"Belum disadari benar bahwa wilayah udara kedaulatan sebagai salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat," kata Dave dalam Seminar Nasional Pengelolaan Ruang Udara yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, Jumat (15/13/2023).

Dave mengatakan bahwa saat ini masih banyak masyarakat yang belum menyadari secara benar bahwa ruang udara memiliki arti penting dalam aspek pertahanan keamanan negara dan kemajuan perekonomian suatu bangsa. 

Adapun itu sejalan dengan konstitusi yakni Pasal 33 ayat (3) UUD Republik Indonesia tahun 1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

"Oleh karenanya ruang udara berkaitan erat dengan kedaulatan suatu negara. Konsep kedaulatan negara atas ruang udara memiliki sejarah panjang. Pada tahap awal, terdapat perdebatan panjang apakah langit perlu dibebaskan dalam perumusan konsep kedaulatan negara. Adalah Konvensi Paris 1919 yang menjadi titik tolak di mana negaranegara secara konsisten telah menegaskan kontrol kedaulatan atas ruang udara," jelasnya.

BERITA REKOMENDASI

Perihal pertahanan dan keamanan negara, kata dia, berdasarkan data yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sepanjang tahun 2020 terjadi sekitar 1.500 pelanggaran di ruang udara nasional. Selanjutnya tahun 2021 Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (kini Komando Operasi Udara Nasional atau Koopsudnas) mencatat terdapat 600 pelanggaran pada ruang udara nasional.

"Ternyata pelakunya tidak terbatas pesawat udara sipil asing saja, tetapi juga pesawat udara militer negara asing," tegasnya.

Dia menyebutkan, berdasarkan UUD - RI 1945 yang sudah diamandemen, wilayah udara di atas wilayah territorial NKRI belum disebut dengan jelas sebagai wilayah udara kedaulatan Indonesia. 

"Karena masih merebaknya kesimpangsiuran dalam tata kelola pengaturan wilayah udara termasuk untuk penerbangan nasional pada kegiatan operasional sehari-hari antara penerbangan sipil dan penerbangan militer,"ungkap Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 ini.

Dave menjelaskan, saat menjadi anggota ICAO (International Civil Aviation Organization). Otoritas penerbangan nasional Indonesia masih berada dalam tubuh Kementerian Perhubungan. 

"Atau dalam arti saat itu Indonesia masih belum memiliki Indonesia National Aviation Authority yang independen," ujar Ketua DPP Partai Golkar itu.

Kini, lanjutnya, pemerintah telah mengusulkan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional dalam Prolegnas Prioritas 2023. 

Beberapa aspek penting yang tidak boleh luput dari pembahasan RUU tersebut dalam konteks kedaulatan negara dan hukum internasional secara inklusis, seperti dibutuhkannya sistem tata kelola yang komprehensif, peningkatan kapasitas, batas rasional, demarkasi antara ruang udara dan angkasa membawa konsekuensi konkrit dan realistis, serta vital.

Selain itu, delimitasi juga dibutuhkan untuk menentukan rezim hukum yang berlaku.

Hal itu diperlukan untuk pengelolaan ruang udara bagi penerbangan sipil, kedaulatan nasional perlu dipahami secara konsisten dengan realitas politik, ekonomi, dan sosial.

"Meski kedaulatan negara merupakan prinsip dasar dalam hukum internasional, namun gagasan tentang kedaulatan tetap dinamis dan terus berkembang seiring perkembangan lingkungan global," katanya.

Baca juga: Jokowi Sebut Indonesia Resmi Ambil Alih Pengelolaan Ruang Udara Kepri-Natuna dari Singapura

Seiring kemajuan teknologi, menurutnya zona near space memiliki potensi signifikan untuk kepentingan sipil dan militer. ' Menurut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok menggambarkan near space sebagai medan pertempuran baru. 

"Mengingat belum hadirnya hukum positif yang membicarakan perihal near space secara spesifik bagi ruang udara Indonesia, kiranya ketentuan ini dapat menjadi setidaknya satu pasal dalam perumusan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional," harapnya.

Berkaitan dengan pendirian Ibu Kota Nusantara(IKN) yang dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Ruang udara di atas ALKI merupakan airroads bagi pesawat negara, termasuk pesawat tempur asing, di mana terdapat kebebasan hingga batas tertentu mengacu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. 

"Sekarang muncul kembali tantangan layaknya pada peristiwa hukum FIR-DCA, yakni sejauh apa menahan diri dalam menetapkan prohibited, restricted, dan danger area agar tidak bertentangan dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas